Kamis, 21 Maret 2013

Makalah sehat dan sakit menurut al-quran


MAKALAH SDI
Studi Dasar Islam


Di susun oleh :
Anis ovianasari                  (201110201074)
 Fathul azmi                        (201110201091)
Hera nur febriastuti        (201110201095)
Impiati wahyuningrum (201110201097)
 Julian komala dewi         (201110201140)
Lailatul hasanah                (201110201103)
Penti Sari Ningsih             (201110201119)
Siti sekar wulandari         (201110201127)
Teguh                                   (201110201134)
Yesi febriyani                     (201110201138)
Intan pramuni                   (201110201100)


S1 ILMU KEPERAWATAN
STIKES ‘AISYIYAHYOGYAKARARTA

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
            Bismillahirahmanirahim. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas Rahmat  dan Inayah-Nya serta Shalawat dan salam marilah senantiasa kita junjungkan kehadirat Nabi Muhammad SAW sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “ Studi dasar islan ”
            Tugas ini disusun sebagai tugas studi dasar islam dengan tujuan yang lebih khusus dari kelompok kami untuk menambah pengetahuan tentang apa saja “sehat dan sakit menurut al-quran” dan lebih mengenal pentingnya sehat buat tubuh kita.
            Pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah mmbantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
            Kami juga menyampaikan  rasa terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberi tugas ini serta arahan dan bimbingan dalam studi dasar islam sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
            Akhirnya,harapan kami semoga makalah ini bermamfaat khususnya bagi penyusun dan  bagi pembaca.kami telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini namun masih jauh dari sempurna dan banyak kekurangan,kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini dan tugasa berikutnya.
            Wassalamu’alaikum Wr.Wb
                                                                
Yogyakarta,30 oktober
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……………………………………………………….   2
Daftar Isi……………………………………………………………...   3
Bab I
Pendahuluan
A.Latar Belakang……………………………………………..   4
Bab II
 Pembahasan…………………………………………………………... 5-9
Bab III
 Penutup
A.Kesimpulan………………………………………………....  10
Daftar Pustaka










BAB I
PENDAHULUAN
A.LATA RBELAKANG
Sehat merupakan suatu keadaan yang ideal oleh setiap orang. Orang yang sehat akan hidup dengan teratur, mengkonsumsi makanan bergizi, berolah raga, bersosialisasi dan sebagainya. Setiap orang dianggap mampu untuk menjaga kesehatan dirinya hingga batas-batas tertentu, namun persoalan akan menjadi lain ketika seseorang jatuh sakit, dan sudah tentu keadaan ideal orang sehat akan berkurang atau bahkan berhenti sama sekali. Dengan demikian, kesehatan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan, akan tetapi pengetahuan dan ketrampilan seseorang dalam hal penanganan kesehatan terbatas.









BAB II
PEMBAHASAN
.
A.    Definisi sehat sakit
Sehat dalam arti luas adalah suatu keadaan yang dinamis dimana individu menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan internal dan eksternal untuk mempertahankan keadaan kesehatannya.

Beberapa definisi sehat dan sakit:
1.      Perkins (1939), sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan beberapa factor yang berusaha mempengaruhinya
2.      WHO (1974), sehat adalah suatu keadaan yang sempurna dari aspek fisik, mental, soaial dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
3.      Neuman (1989) sakit sebagai totalitas dari seluruh proses kehidupan, termasuk memandang sakit sebuah proses
4.      UU NO.23, 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan hidup produktif secara social dan ekonomi
5.      Perkins (1937), sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga menimbulkan gangguan aktifitas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan social
6.      WHO (1974), sakit adalah suatu keadaan yang tidak seimbang/sempurna seseorang dari aspek medis, fisik, mental, sosial, psikologis dan bukan hanya mengalami kesakitan tetapi juga kecacatan
7.      Raverlyy (1940an), sakit adalah tidak adanya keselarasan antara lingkungan, agen dan individu
8.       UU NO.23, 1992,sakit adalah jika seseorang menderita penyakit menahun (kronis), atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek tetapi bila ia tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.

B.     Model sehat sakit
1.      Kontinum sehat sakit atau rentang sehat sakit
Neuman (1990) “sehat dalam suatu rentang adalah tingkat sejahtera klien pada waktu tertentu, yang terdapat dalam rentang dari kondisi sejahtera yang optimal, dengn energy yang paling maksimum, sampai kondisi kematian, yang menandakan habisnya energy total”

Menurut model kontinum sehat sakit, sehat adalah sebuah keadaan yang dinamis yang berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap perubahan lingkungan internal dan eksternal untuk mempertahankan keadaan fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan spiritual yang sehat.

 Sakit adalah sebuah proses dimana fungsi individu mengalami perubahan atau penurunan bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.

Karena sehat dan sakit merupakan kualitas yang relative, yang mempunyai beberapa tingkat, maka akan lebih akurat bila ditentukan sesui dengan titik tertentu pada skala kontimum sehat sakit:
Rentang sehat                                                                  renatang sakit
           
           
 Sjahtera          sht skali           sht normal       stengah skit     sakit     skit kronis        mati
Ket gambar:

Rentang sakit dapat digambarkan mulai setengah sakit, sakit, sakit kronis dan berakhir dengan kematian, sedangkan rentang sehat dapat digambarkan mulai dari sehat normal, sehat sekali dan sejahtera sebagai status sehat yang paling tinggi.
Berdasarkan rentang sehat sakit tersebut, maka paradigma keperwatan dalam konsep sehat sakit, memandang bahwa bentuk pelayanan keperawatan yang akan biberikan selama rentang sehat sakit, akan melihat terlebih dahulu status kesehatan dalam rentang sehat sakit tersebut, apakah statusnya dalam keadaan sakit atau sakit kronis sehingga dapat diketahui tingkatan asuhan keperawatan yang akan diberikan serta tujuan yang ingin dicapai untuk meningkatkan status kesehatannya.








2.      Model kesejahteraan tingkat tinggi

Model kesejahteraan tingkat tinggi berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat pada setiap individu utuk mampu mempertahankan rentang keseimbangan dan arah yang memiliki tujuan tertentu dalam lingkungan.

Model ini mencakup kemajuan tingkat fungsi ke arah yang lebih tinggi, yang menjadi suatu tantangan yang luas dimana individu mampu hidup dengan potensi yang paling maksimal, merupakan suatu proses yang dinamis, bukan suatu keadaan yang statis dan pasif.

3.      Model agen-penjamu-lingkungan

Menurut pendekatan ini, tingkat sehat sakit individu atau kelompok ditentukan oleh hubungan yang dinamis antara ketiga variable agen, pejamu dan lingkungan.

Agen: factor internal atau eksternal yang dapat mengakibatkan terjadinya penyakit
Ex: seseorang terkena penyakit typoid, dimana agen adalah bakteri

Pejamu: seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap  penyakit atau sakit tertentu.ex: riwayat keluarga, usia, gaya hidup

Lingkungan: seluruh factor yang ada diluar pejamu. Lingkungan fisik antara lain tingkat ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal. Lingkungan soaial terdiri dari interaksi seseorang dengan orang lain, termasuk stress, konflik dengan orang lain, kesulitan ekonomi, krisis hidup, kematian pasangan.

Variable yang mempengaruhi keyakinan dan praktik kesehatan
Variable internal dan eksternal dapat  mempengaruhi bagaimana individu berfikir dan bertindak, pemahaman cara bagaimana variable ini mempengaruhi klien memungkinkan perawat merencanakan dan memberikan perawatan individual.
Variable internal
1.      persepsi tentang fungsi
cara seseorang merasakan fungsi fisik akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik akan merasa bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesehatan yang berarti.


2.      faktor emosional
seseorang yang tidak mampu melakukan koping scara emosional terhadap ancamman penyakitnya, mungkin akan menyangkal adanya gejala penyakit pada dirinya dan tidak mau menjalani pengobatan. Contoh, seseorang dengan nafas yang terengah-engah dan sering batuk mungkina akan menyalahkan cuaca dingin jika ia secara emosional tidak dapat  menerima kemungkinan menderita penyakit saluran pernafasan.
3.      Faktor spiritual
Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh.Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual. Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, perawat harus memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara aktif dalam asuhan keperawatan.
Variable eksternal

1.      prakti dikeluarga
cara bagaimana keluarga klien menggunakan pelayanan kesehatan biasanya akan mempengaruhi cara klien dalam melaksanakan kesehatan. Contoh, seorang anak yang diajak orang tuannya  untuk memeriksakan kesehatan rutin, kemungkinan besar ketika mereka dewasa juga akan membawa anaknya untuk melakukan pemeriksaan yang sama.
2.      Faktor sosioekonomik
Factor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan bereraksi terhadap penyakit. Contoh, jika masyarakat menerima perilaku dari sekelompok gadis remaja tertentu yang mempunyai kebiasaan  merokok, maka dorongan untuk menerima kebiasaan tersebut lebih besar daripada perhatian tentang bahaya merokok.
3.      Latar belakang budaya
Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu. Budaya juga mempengaruhi tempat masuk ke dalam system pelayanan kesehatan dan mempengaruhi cara melaksanakan kesehatan pribadi. Contoh, sebuah studi tentang pendidikan kesehatan yang dilakukan pada penduduk Amerika keturunan Afrika sebagian besar tidak mempunyai akses untuk mendapatkan pendidikan kesehatan yang dapat digunakan sebagai cara pencegahan primer (Airhihenbuwa, 1989).

Oleh karena itu perawat  harus menyadari pola dan budaya yang berhubungan dengan perilaku dan bahasa yang digunakan oleh diri sendiri maupun orang lain, maka mereka akan mampu mengenal, memahami perilaku dan keyakinan klien. Perawat harus mengidentifikasi dan memasukkan factor budaya  kedalam rencana perawatan klien untuk menghindari terjadinya konflik antara tujuan dan metode perawatan dengan latar belakang budaya klien   


C.     Konsep Sehat dan Sakit Menurut Islam
Sakit dan penyakit merupakan suatu peristiwa yang selalu menyertai hidup manusia sejak jaman Nabi Adam. Kita memahami apapun yang menimpa manusia adalah takdir, sakit pun merupakan takdir. Lantas kalau sakit merupakan takdir, kalau kita sakit kenapa harus mencari sehat /kesembuhan? Di hadapan Allah, orang sakit bukanlah orang yang hina. Mereka justru memiliki kedudukan yang sangat mulia. “Tidak ada yang yang menimpa seorang muslim kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis), kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai pun duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosanya.:
(Hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhari)
Bahkan Allah menjanjikan apabila orang yang sakit apabila ia bersabar dan berikhtirar dalam sakitnya, selain Allah menghapus dosa-dosanya.
“Tidaklah seorang muslim tertimpa derita dari penyakit atau perkara lain kecuali Allah hapuskan dengannya (dari sakit tersebut) kejelekan-kejelekannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.”(Diriwayatkan oleh Imam Muslim)
“Jika kamu menjenguk orang sakit, mintalah kepadanya agar berdoa kepada Allah untukmu, karena doa orang yang sakit seperti doa para malaikat.”
(HR. Asy-Suyuti)

Sakit Pandangan Alquran

Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang”. Maka Kamipun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Al Quran Surah Al Anbiyaa’ [21]:83-84)

الرَّاحِمِينَ أَرْحَمُ وَأَنْتَ الضُّرُّ مَسَّنِيَ  أَنِّي رَبَّهُ نَادَى إِذْ وَأَيُّوبَ
مِنْ رَحْمَةً مَعَهُمْ وَمِثْلَهُمْ أَهْلَهُ وَآتَيْنَاهُ ضُرٍّ مِنْ بِهِ مَا فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَكَشَفْنَا  لِلْعَابِدِينَ وَذِكْرَى  عِنْدِنَا
Artinya:
dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: "(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang".
Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
Ayat diatas mengisahkan Nabi Ayub yang ditimpa penyakit, kehilangan harta dan anak-anaknya. Dari seluruh tubuhnya hanya hati dan lidahnya yang tidak tertimpa penyakit, karena dua organ inilah yang dibiarkan Allah tetap baik dan digunakan oleh Nabi Ayub untuk berzikir dan memohon keridhoan Allah, dan Allah pun mengabulkan doanya, hingga akhirnya Nabi Ayub sembuh dan dikembalikan harta dan keluarganya.
Dari sini dapat diambil pelajaran agar manusia tidak berprasangka buruk kepada Allah, tidak berputus asa akan rahmat Allah serta bersabar dalam menerima takdir Allah. Karena kita sebagai manusia perlu meyakini bahwa apabila Allah mentakdirkan sakit maka kita akan sakit, begitu pula apabila Allah mentakdirkan kesembuhan, tiada daya upaya kecuali dengan izin-Nya kita sembuh.
(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki Aku. Dan Tuhanku, yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu. Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku. Dan yang akan mematikan Aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali). Dan yang Amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat”.









(Al Quran surah Asy Syu’araa’ [26]: 78 – 82)

 وَيَسْقِينِ وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ
وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ
وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ

Artinya :
(yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat".

KESEHATAN FISIK
Telah disinggung bahwa dalam tinjauan ilmu kesehatan dikenal berbagai jenis kesehatan, yang diakui pula oleh pakar-pakar Islam.

Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, dalam Musyawarah Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai “ketahanan jasmaniah, ruhaniah, dan sosial yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara serta mengembangkannya.”

Memang banyak sekali tuntunan agama yang merujuk kepada ketiga jenis kesehatan itu. Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad saw.:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَبْدَ اللَّهِ أَلَمْ أُخْبَرْ أَنَّكَ تَصُومُ النَّهَارَ وَتَقُومُ اللَّيْلَ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَلَا تَفْعَلْ صُمْ وَأَفْطِرْ وَقُمْ وَنَمْ فَإِنَّ لِجَسَدِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِعَيْنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا وَإِنَّ لِزَوْجِكَ عَلَيْكَ حَقًّا


Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dia berkata bahwa Rasulullah saw telah bertanya (kepadaku): “Benarkah kamu selalu berpuasa di siang hari dan dan selalu berjaga di malam hari?” Aku pun menjawab: “ya (benar) ya Rasulullah.”Rasulullah saw pun lalu bersabda: “Jangan kau lakukan semua itu. Berpuasalah dan berbukalah kamu, berjagalah dan tidurlah kamu, sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas dirimu, dan isterimu pun mempunyai hak atas dirimu.” (Hadis Riwayat al-Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash)

Demikian Nabi Saw. menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud melampaui batas dalam beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan kesehatannya terganggu. Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik, dimulai dengan meletakkan prinsip: “Pencegahan lebih baik daripada pengobatan.”

Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan sekian banyak petunjuk Kitab Suci dan Sunah Nabi saw. yang pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan.

Salah satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga kebersihan. Kebersihan dikaitkan dengan tobat (taubah) seperti firman Allah:

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ


"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS al-Baqarah [2]: 222)

Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah menghasilkan kesehatan fisik. Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad Saw. adalah:

وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ(4) وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ(5)


"Dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah." (QS al-Muddatstsir [74]: 4-5).

Perintah tersebut berbarengan dengan perintah menyampaikan ajaran agama dan membesarkan nama Allah Swt. Terdapat hadis yang amat populer tentang kebersihan yang berbunyi:

النَّظَافَةُ مِنَ الإِيْمَانِ

"Kebersihan adalah bagian dari iman."

Hadis ini dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadis dha’if. Kendati begitu, terdapat sekian banyak hadis lain yang mendukung makna tersebut, seperti sabda Nabi Saw.:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنْ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ


"Iman, terdiri dan tujuh puluh atau enam puluh cabang, puncaknya adalah ucapan “Tiada Tuhan selain Allah, dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dan jalan, dan malu itu adalah sebagian dari iman” (Hadis Riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah).





Perintah menutup hidangan, mencuci tangan sebelum makan, bersikat gigi, larangan bernafas sambil minum, tidak kencing atau buang air di tempat yang tidak mengalir atau di bawah pohon, adalah contoh-contoh praktis dari sekian banyak tuntunan Islam dalam konteks menjaga kesehatan. Bahkan sebelum dunia mengenal ‘karantina’, Nabi Muhammad Saw. telah menetapkan dalam salah satu sabdanya,

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلَا تَدْخُلُوهَا وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا مِنْهَا


"Apabila kalian mendengar adanya wabah di suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah itu, tetapi apabila kalian berada di daerah itu, janganlah meninggalkannya." (Hadis Riwayat al-Bukhari dari Usamah bin Zaid)

Ditemukan juga peringatan bahwa perut merupakan sumber utama penyakit: Al-Mâ’idât Bait Addâ’. Dan karena itu, ditemukan banyak sekali tuntutan — baik dari al-Quran maupun hadis Nabi Saw. — yang berkaitan dengan makanan, jenis maupun kadarnya. Al-Quran juga mengingatkan:

يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ


"Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (QS al-A’râf [7]: 31)

Penjabaran peringatan itu dijelaskan oleh Rasulullah Saw. dengan sabdanya:

عَنْ مِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ


Dari Miqdam bin Ma’di Kariba, dia berkata bahwa dia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada sesuatu yang dipenuhkan oleh putra putri Adam lebih buruk daripada perut. Cukuplah bagi putra Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tubuhnya. Kalaupun harus dipenuhkan, maka sepertiga untuk makanannya, seperti lagi untuk minumannya, dan sepertiga sisanya untuk pernafasannya. (Hadis Riwayat at-Tirmidzi).

Perlu pula digarisbawahi bahwa sebagian pakar, baik agamawan maupun ilmuwan, berpendapat bahwa jenis makanan dapat mempengaruhi mental manusia. Al-Harali (wafat 1232 M.) menyimpulkan hal tersebut setelah membaca firman Allah yang mengharamkan makanan dan minuman tertentu karena makanan dan minuman tersebut rijs.

قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ


"Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi — karena sesungguhnya semua itu kotor — atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS al-An’âm [6]: 145).

Kata rijs diartikan sebagai keburukan budi pekerti atau kebobrokan mental. Pendapat serupa dikemukakan antara lain oleh seorang ulama kontemporer Syaikh Taqi Falsafi dalam bukunya Child Between Heredity and Education, yang mengutip pendapat Alexis Carrel dalam bukunya Man the Unknown. Carrel, peraih hadiah Nobel bidang kedokteran ini, menulis bahwa pengaruh campuran kimiawi yang dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna, karena belum diadakan eksperimen dalam waktu yang memadai. Namun tidak dapat diragukan bahwa perasaan manusia dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas makanan.

Para ulama sering mengaitkan penyakit dengan siksa Allah. Dalam hal ini, al-Biqa’i dalam tafsirnya mengenai surah al-Fatihah, mengemukakan sabda Nabi Saw.:

المَرَضُ سَوْطُ اللهِ فِى الأَرْضِ يُؤَدِّبُ اللهُ بِهِ عِبَادَهُ

"Penyakit adalah cambuk Tuhan di bumi ini, dengannya Dia (Allah) mendidik hamba-hamba-Nya."

Pendapat ini didukung oleh kandungan pengertian takwa yang pada dasarnya berarti menghindar dari siksa Allah di dunia dan di akhirat. Siksa Allah di dunia, adalah akibat pelanggaran terhadap hukum-hukum alam. Hukum alam antara lain membuktikan bahwa makanan yang kotor mengakibatkan penyakit. Seorang yang makan makanan kotor pada hakikatnya melanggar perintah Tuhan, sehingga penyakit merupakan siksa-Nya di dunia yang harus dihindari oleh orang yang bertakwa.

Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan agar berobat pada saat ditimpa penyakit.

تَدَاوَوْا فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ دَوَاءً غَيْرَ دَاءٍ وَاحِدٍ الْهَرَمُ


"Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan Allah, kecuali diturunkan pula obat penangkalnya, selain dari satu penyakit, yaitu ketuaan." (Hadis Riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi dari — sahabat Nabi — Usamah bin Syuraik).





Bahkan seandainya tidak ada perintah rinci dari hadis tentang keharusan berobat, maka prinsip- prinsip pokok yang diangkat dari al-Quran dan Hadis cukup untuk dijadikan dasar dalam upaya kesehatan dan pengobatan. Sebagai contoh dapat dikemukakan persoalan transplantasi, baik dari donor hidup maupun donor yang telah meninggal dunia. Beberapa prinsip dan kesepakatan dalam bidang hukum agama yang berkaitan dengan topik bahasan ini dapat membantu menemukan pandangan Islam dalam persoalan dimaksud. Prinsip-prinsip dimaksud antara 1ain adalah:

·         Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal, kesehatan, dan harta benda umat manusia.

·         Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk disalahgunakan atau diperjualbelikan.

·         Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya mencakup seluruh manusia, tanpa membedakan ras atau agama.

·         Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang hidup, maupun yang telah wafat.

·         Jika bertentangan kepentingan antara orang yang hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah kepentingan orang yang hidup.

Dari prinsip-prinsip ini banyak ulama kontemporer menetapkan bahwa “transplantasi” dapat dibenarkan selama tidak diperjualbelikan, dan selama kehormatan manusia — yang hidup maupun yang mati – terjaga sepenuhnya. Salah satu jaminan tidak adanya pelecehan adalah izin dan pihak keluarga.

Alasan penolakan yang sering terdengar dari kalangan orang kebanyakan (awam) bahwa setelah si penerima donor sehat, ia mungkin dapat menyalahgunakan kesehatannya, dan ini dapat mengakibatkan dosa, terutama bagi “pemilik” organ (jenazah), atau orang yang mengizinkan. Alasan ini, pada hakikatnya tidak sepenuhnya dapat diterima. Kemurahan dan keadilan Tuhan mengantar-Nya untuk tidak menuntut pertanggungjawaban dari seseorang terhadap sesuatu yang tidak dikerjakannya secara sadar, karena hakikat manusia bukan organ dan jasmaninya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

"Allah tidak memandang kepada rupa dan hartamu, tetapi memandang hati dan perbuatanmu." (HR Muslim dari Abu Hurairah)

Demikian sabda Nabi Muhammad Saw. yang diriwayatkan oleh Muslim. Di samping itu, izin yang diharuskan itu, telah dapat mengurangi kalau enggan berkata “menghilangkan” kekhawatiran di atas. Kalau niat pemberi izin untuk membantu sesama manusia, dan dia menduga keras bahwa bantuan tersebut tidak akan disalahgunakan, maka kalaupun ternyata dugaannya keliru, maka ia bebas dari dosa. Sebaliknya, jika yang memberi izin sudah menduga keras akan terjadinya penyalahgunaan, maka tentu saja ia tidak terbebaskan dari dosa. Di sini terlihat pula peranan izin.
Dapat ditambahkan bahwa al-Quran menegaskan:

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ


"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi." (QS al-Maidah [5]: 32).

“Menghidupkan” di sini bukan saja yang berarti “memelihara kehidupan”, tetapi juga dapat mencakup upaya “memperpanjang harapan hidup” dengan cara apa pun yang tidak melanggar hukum.

Demikian, satu contoh, bagaimana ayat-ayat al-Quran dipahami dalam konteks peristiwa paling mutakhir dalam bidang kesehatan.

Namun dalam ajaran Islam juga ditekankan bahwa obat dan upaya hanyalah “sebab”, sedangkan penyebab sesungguhnya di balik sebab atau upaya itu adalah Allah Swt., seperti ucapan Nabi Ibrahim a.s. yang diabadikan al-Quran:


وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ


"Apabila aku sakit, Dia (Allah) lah yang menyembuhkanku." (QS al-Syu’arâ’ [26]: 80)

KESEHATAN MENTAL

Nabi Saw. juga mengisyaratkan bahwa ada keluhan fisik yang terjadi karena gangguan mental. Seseorang datang mengeluhkan penyakit perut yang diderita saudaranya setelah diberi obat berkali-kali, tetapi tidak kunjung sembuh dinyatakan oleh Nabi Saw:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ أَخِي اسْتَطْلَقَ بَطْنُهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْقِهِ عَسَلًا فَسَقَاهُ ثُمَّ جَاءَهُ فَقَالَ إِنِّي سَقَيْتُهُ عَسَلًا فَلَمْ يَزِدْهُ إِلَّا اسْتِطْلَاقًا فَقَالَ لَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ جَاءَ الرَّابِعَةَ فَقَالَ اسْقِهِ عَسَلًا فَقَالَ لَقَدْ سَقَيْتُهُ فَلَمْ يَزِدْهُ إِلَّا اسْتِطْلَاقًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ اللَّهُ وَكَذَبَ بَطْنُ أَخِيكَ فَسَقَاهُ فَبَرَأَ



Dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: "Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w lalu berkata: Saudaraku terasa mual-mual perutnya. Rasulullah s.a.w. bersabda: "Berilah beliau [minum] madu! Setelah lelaki itu memberikan madu kepada saudaranya, beliau datang lagi kepada Nabi s.a.w. dan menyatakan: Aku telah memberinya [minum] madu, tetapi perut beliau bertambah memulas. Kejadian itu berulang sehingga tiga kali. Pada kali yang keempat, Rasulullah s.a.w. bersabda: Berilah beliau [minum] madu! Lelaki tersebut masih lagi menyatakan: Aku benar-benar telah memberinya [minum] madu, tetapi perut beliau bertambah mulas. Maka Rasulullah s.a.w. bersabda: Maha benar Allah yang telah berfirman: Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalam minuman itu terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Oleh sebab itu, mungkin ada yang tidak sesuai dengan perut saudaramu itu. Akhirnya Rasulullah s.a.w. sendiri yang memberikan minum madu, dan sembuhlah saudara lelaki itu." (Hadis Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

Al-Quran al-Karim memang banyak berbicara tentang penyakit jiwa. Mereka yang lemah iman dinilai oleh al-Quran sebagai orang yang memiliki penyakit di dalam dadanya.

Dari hadis-hadis Nabi diperoleh petunjuk, bahwa sebagian kompleks kejiwaan tercipta pada saat janin masih berada di perut ibu, atau bahkan pada saat hubungan seks (pertemuan sperma dan ovum), demikian juga ketika bayi masih dalam buaian.

Karena itu, Islam memerintahkan kepada para ibu dan bapak agar menciptakan suasana tenang, dan mengamalkan ajaran agama pada saat bayi berada dalam kandungan, sebagaimana memerintahkan kepada para orang-tua untuk memperlakukan anak-anak mereka secara wajar.

Dalam suatu riwayat diungkapkan ada seorang anak yang sedang digendong, kemudian ‘pipis’ [kencing] membasahi pakaian Nabi. Ibunya merenggut bayi tersebut dengan kasar. Namun Nabi [lalu] menegurnya, dengan bersabda:

مَهْلًا بِأُمِّ الْفَضْلِ إِنَّ هَذَا الإِرَقَةَ المَاءُ يُطَهِّرُهَا فأَيُّ شَيْءٍ يَزِيْلُ هَذَا الغُبَارَ عَنْ قَلْبِهِ

"Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut dia dengan kasar. Pakaian ini dapat dibersihkan dengan air, tetapi apa yang dapat menjernihkan hati sang anak (yang engkau renggut dengan kasar)?"

Seperti diungkapkan oleh beberapa pakar ilmu jiwa, bahwa sebagian kompleksitas gejala sakit kejiwaan yang diderita orang dewasa, dapat diketahui penyebab utamanya adalah pada perlakuan yang diterimanya sebelum dewasa.

Agaknya kita dapat menyimpulkan bahwa pandangan Islam tentang penyakit-penyakit mental mencakup banyak hal, yang boleh jadi tidak dijangkau oleh pandangan ilmu kesehatan modern. Dalam al-Quran tidak kurang sebelas kali disebut istilah fî qulûbihim maradh.

Kata qalb atau qulûb dipahami dalam dua makna, yaitu “akal dan hati.” Sedang kata maradh biasa diartikan sebagai penyakit. Secara rinci pakar bahasa – Ibnu Faris – mendefinisikan kata tersebut sebagai “segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas keseimbangan/ kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, bahkan kepada tidak sempurnanya amal seseorang.”

Terlampauinya batas kesimbangan tersebut dapat berbentuk gerak ke arah berlebihan, dan dapat pula ke arah kekurangan.

Dari sini dapat dikatakan bahwa al-Quran memperkenalkan adanya penyakit-penyakit yang menimpa hati dan yang menimpa akal.

Penyakit-penyakit akal yang disebabkan bentuk berlebihan adalah semacam kelicikan, sedangkan yang bentuknya karena kekurangan adalah ketidaktahuan akibat kurangnya pendidikan. Ketidaktahuan ini dapat bersifat tunggal maupun ganda. Seseorang yang tidak tahu serta tidak menyadari ketidaktahuannya pada hakikatnya menderita penyakit akal-ganda (jâhil murakkab).

Penyakit akal berupa ketidaktahuan mengantarkan penderitanya pada keraguan dan kebimbangan. Penyakit-penyakit kejiwaan pun beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme, loba, dan kikir yang antara lain disebabkan karena bentuk keberlebihan seseorang. Sedangkan rasa takut, cemas, pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah karena kekurangannya.

Yang akan memperoleh keberuntungan di hari kemudian adalah mereka yang terbebas dari penyakit-penyakit tersebut, seperti bunyi firman Allah:

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ(88) إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ(89)

"(Yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih."
 (QS. Al-Syu’arâ’ [26]: 88-89)

Islam mendorong manusia, agar memiliki hati (qalb) yang sehat dari segala macam penyakit adalah dengan jalan bertobat, dan mendekatkan diri kepada Tuhan (Allah). Karena itulah Allah berfirman:

الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

"(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS al-Ra’d [13]: 28).

Itulah sebagian tuntunan al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. tentang kesehatan















BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Cara dan gaya hidup manusia, adat istiadat, kebudayaan,kepercayaan bahkan seluruh peradaban manusia dan lingkungannya berpengaruh terhadap penyakit. Secara fisiologis dan biologis tubuh manusia selalu berinteraksi dengan lingkungannya.Manusia mempunyai daya adaptasi terhadap lingkungan yang selalu berubah, yang sering membawa serta penyakit baru yang belum dikenal atau perkembangan/perubahan penyakit yang sudah ada. Kajian mengenai “sehat dan sakit menurut al-quran”  perlu memperhatikan pola hidup dengan baik dan benar.


























DAFTAR PUSTAKA



2 komentar: