Kamis, 21 Maret 2013

MAKALAH Gangguan Neurotik


MAKALAH
Tutorial Keperawatan Jiwa“Gangguan Neurotik”

Kelompok Tutorial 3
Disusun Oleh :
1. Isnaini fitra utami ( 201110201101)           8. Mei Sapita Tri A ( 201110201109)
2. Kurnia Sari (201110201102)                      9. Nanda Septiani A (201110201110)
3. Lailatul Hasanah (201110201103) 10. Nida Hidayati (201110201111)
4. Laili Najla (201110201105)                        11. Nindi Sakina G (201110201112)
5. Lia Fitari (2011102011106)                        12. Nita Komala Sari (201110201113)
6. Lita Suarni(201110201107)                        13. Nofia putri Handayani (201110201114)
7. M.Fatir siddik (201110201108)

Program Studi Ilmu Keperawatan 3A
Stikes ‘Aisyiyah Yogya
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Keperawatan jiwa merupakan suatu bidang spesialis praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Praktek keperawatan jiwa terjadi dalam konteks social dan lingkungan. Keperawatn jiwa merupakan salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental. Perawat jiwa menggunakan pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan perilaku manusia untuk menurunkanerja  suatu kerangka kerja teoretik yang menjadi landasn praktik keperawatan. Saat ini berkembang perawatan sebagai profesi yaitu perawatan sebagai elemen inti dari semua praktik keperawatan.
Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan komplek serta semakin bertambahnya sressos psikososial akibat budaya masyarakat modern yang cenderung lebih sekuler, menyebabkan manusia tidak dapat menghindari tekanan-tekanan hidup yang mereka alami (Prabandari etal, 1997). Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit mental emosiaonal manusia (Hidayati, 2000 ).
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga, dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat, 1991).
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisisk, memperlihatkan gejala yang berbeda, dan muncul oleh berbagai penyebab. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang berbed. Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritkan masalahnya, bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan untuk dalam menyelesaikan masalah juga berfariasi
B.     Tujuan (Learning Objection)

1.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan definisi gangguan psikotik
2.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan penyebab gangguan psikotik.
3.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelskan cirri-ciri gangguan psikotik.
4.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam gangguan psikotik.
5.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan cara menangani gangguan psikotik.
6.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan dampak atau akibat gangguan psikotik.
7.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelasakan penentuan skor kategori gangguan psikotik.
8.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan cara mengetahui dan menentukan diagnosisi medis.
9.      Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan diagnose medis axis 1-5.
10.   Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan psikofarmaka gangguan psikotik.
11.  Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan asuhan keperawatan gangguan psikotik.









BAB II
PEMBAHASAN

A.Definisi Gangguan Psikotik                                        
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau/aneh. Psikotik yang dibahas pada modul ini yaitu psikotik akut dan kronik.
B.Penyebab Gangguan Psikotik
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang terus-menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1.      Faktor-faktor somatik (somatogenik) atau organobiologis.
a)      Neroanatomi
b)      Nerofisiologi
c)      Nerokimia
d)     Tingkat kematangan dan perkembangan organik
e)      Faktor-faktor pre  dan peri-natal
2.      Faktor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
a)      Interaksi ibu-anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan yang tak percaya dan kebimbangan).
b)      Peranan ayah
c)      Persaingan antara saudara kandungan
d)     Inteligensi
e)      Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f)       Kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, atau rasa salah.
g)      Konsep diri : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
h)      Keterampilan, bakat dan kreatifitas
i)        Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j)        Tingkat perkembangan emosi
3.      Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural
a)      Kesetabilan keluarga
b)      Pola mengasuh anak
c)      Tingkat ekonomi
d)     Perumahan: perkotaan lawan pedesaan
e)      Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan,pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f)       Pengaruh rasial dan keagamaan
g)      Nilai-nilai
C.Macam-Macam dan Ciri Gangguan Psikotik
       I.            Gangguan Psikotik Akut

a.       Gambaran perilaku
  • Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
  • Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal
  • Kebingungan atau disorientasi
  • Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasa2. Pedoman diagnostik
            Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah sebagai berikut :
  • Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya)
  • Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)
  • Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
  • Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
  • Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)
b.      Diagnosis banding

           Selain diagnosis pasti, ada diagnosis banding untuk psikotik akut ini karena dimungkinkan adanya gangguan fisik yang bisa menimbulkan gejala psikotik.
  • Epilepsi
  • Intoksikasi atau putus zat karena obat atau alkohol
  • Febris karena infeksi
  • Demensia dan delirium atau keduanya
  • Jika gejala psikotik berulang atau kronik, kemungkinan skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lain
  • Jika terlihat gejala mania (suasana perasaan meninggi, percepatan bicara atau proses pikir, harga diri berlebihan), pasien mungkin sedang mengalami suatu episode maniak
  • Jika suasana perasaan menurun atau sedih, pasien mungkin sedang mengalami depresi


    II.            Gangguan Psikotik Kronik

a.       Gambaran perilaku

       Untuk menetapkan diagnosa medik psikotik kronik data berikut merupakan perilaku utama yang secara umum ada.
  • Penarikan diri secara sosial
  • Minat atau motivasi rendah, pengabaian diri
  • Gangguan berpikir (tampak dari pembicaraan yang tidak nyambung atau aneh)
  • Perilaku aneh seperti apatis, menarik diri, tidak memperhatikan kebersihan yang dilaporkan keluarga
b.      Perilaku lain yang dapat menyertai adalah :
  • Kesulitan berpikir dan berkonsentrasi
  • Melaporkan bahwa individu mendengar suara-suara
  • Keyakinan yang aneh dan tidak masuk akal sepert : memiliki kekuatan supranatural, merasa dikejar-kejar, merasa menjadi orang hebat/terkenal
  • Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seperti : merasa ada hewan atau objek yang tak lazim di dalam tubuhnya
  • Bermasalah dalam melaksanakan pekerjaan atau pelajaran
c.       Diagnosa banding

    Beberapa kondisi yang dapat menjadi diagnosis banding psikosis akut diantaranya adalah :
  • Depresi jika ditemukan gejala depresi (suasana perasaan yang menurun atau sedih, pesimisme, perasaan bersalah)
  • Gangguan bipolar jika ditemukan gejala mania (eksitasi, suasana perasaan meningkat, penilaian diri yang berlebihan)
  • Intoksikasi kronik atau putus zat karena alkohol atau zat/bahan lain (stimulansia, halusinogenik)
  • Efek penggunaan zat psikoaktif atau gangguan depresif dan gangguan ansietas menyeluruh jika berlangsung setelah satu periode abstinensia (misalnya, sekitar 4 minggu)
D.Cara Menangani Gangguan Psikotik
1)      Gangguan Psikotik Akut

a.      Penatalaksanaan
Pertama, saudara harus dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang psikotik akut berikut hak dan kewajibannya

b.      Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
Untuk lebih memahami dan memperjelas isi dan metode pemberian informasi yang akan disampaikan saudara dapat dibaca lebih lengkap pada modul VI B tentang asuhan keperawatan pasien halusinasi, waham, isolasi sosial. Beberapa informasi yang perlu disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain tentang :
  • Episode akut sering mempunyai prognosis yang baik, tetapi lama perjalanan penyakit sukar diramalkan hanya dengan melihat dari satu episode akut saja
  • Agitasi yang membahayakan pasien, keluarga atau masyarakat, memerlukan hospitalisasi atau pengawasan ketat di suatu tempat yang aman. Jika pasien menolak pengobatan, mungkin diperlukan tindakan dengan bantuan perawat kesehatan jiwa masyarakat dan perangkat desa serta keamanan setempat
  • Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya:
  1. Keluarga atau teman harus mendampingi pasien
  2. Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan kebersihan)
  3. Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera
c.       Konseling pasien dan keluarga
  1. Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan pasien
  2. Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stresor
  3. Motivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari-hari setelah gejala membaik
2)      Gangguan Psikotik Kronik

d.      Penatalaksanaan

   Berikut ini akan diuraikan tentang penatalaksanaan pada pasien psikotik kronik secara medik.

1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga.

        Tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial, defisit perawatan diri. Beberapa informasi yang dapat saudara sampaikan pada pasien dan keluarga antara lain :
  1. Gejala penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi)
  2. Antisipasi kekambuhan
  3. Penanganan psikosis akut
  4. Pengobatan yang akan mengurangi gejala dan mencegah kekambuhan
  5. Perlunya dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi pasien
  6. Perlunya organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti bagi pasien dan keluarga

2.Konseling pasien dan keluarga
Beberapa topik yang dapat menjadi fokus konseling adalah :
  1. Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien
  2. Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari
  3. Kurangi stress dan kontak dengan stres
E.Psikofarmaka
1. Gangguan Psikotik Akut
Pengobatan

Program pengobatan untuk psikotik akut :
1.      Berikan obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik :
-          Haloperidol 2-5 mg, 1 sampai 3 kali sehari, atau
-           Chlorpromazine 100-200 mg, 1 sampai 3 kali sehari
Dosis harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping, walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi
2.      Obat antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan neuroleptika untuk mengendalikan agitasi akut (misalnya: lorazepam 1-2 mg, 1 sampai 3 kali sehari)
3.       Lanjutkan obat antipsikotik selama sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah gejala hilang.
4.      Apabila saudara menemukan pasien gangguan jiwa di rumah dengan perilaku di bawah ini, lakukan kolaborasi dengan tim untuk mengatasinya.
-           Kekakuan otot (Distonia atau spasme akut), bisa ditanggulangi dengan suntikan benzodiazepine atau obat antiparkinson
-          Kegelisahan motorik berat (Akatisia), bisa ditanggulangi dengan pengurangan dosis terapi atau pemberian beta-bloker
-          Gejala parkinson (tremor/gemetar, akinesia), bisa ditanggulangi dengan obat antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari)
5.       Rujukan
Tindakan rujukan diperlukan bila terjadi kondisi-kondisi yang tidak dapat diatasi melalui tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya khususnya pada :
-          Kasus baru gangguan psikotik
-          Kasus dengan efek samping motorik yang berat atau timbulnya demam, kekakuan, hipertensi, hentikan obat antipsikotik lalu rujuk



2.Gangguan Psikotik Kronik
a.        Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik kronik :
1.       Antipsikotik yang mengurangi gejala psikotik :
-           Haloperidol 2-5 mg; 1 – 3 kali sehari
-          Chlorpromazine 100-200 mg ; 1 – 3 kali sehari
Dosis harus serendah mungkin; hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi
2.      Obat anti psikotik diberikan sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah episode pertama penyakitnya dan lebih lama sesudah episode berikutnya
3.      Obat antipsikotik mempunyai efek jangka panjang yang disuntikkan jika pasien gagal untuk minum obat oral
4.      Berikan terapi untuk mengatasi efek samping yang mungkin timbul :
-          Kekakuan otot (distonis dan spasme akut), yang dapat diatasi dengan obat anti parkinson atau benzodiazepine yang disuntikkan
-          Kegelisahan motorik yang berat (Akatisia) yang dapat diatasi dengan pengurangan dosis terapi atau pemberian beta-bloker
-          Obat anti Parkinson yang dapat mengatasi gejala parkinson (antara lain trihexyphenidil 2 mg sampai 3 kali sehari, ekstrak belladonna 10-20 mg 3x sehari, diphenhydramine 50 mg 3 x sehari)
b.      Rujukan
Beberapa kriteria perlunya rujukan kasus adalah :
  • Semua kasus baru dengan gangguan psikotik
  • Depresi atau mania dengan gejala psikotik.
  • Perlu kepastian diagnosis dan terapi yang paling sesuai pada kasus kronis
  • Keluarga merasakan terbebani dengan kondisi pasien dan memerlukan konsultasi dengan pelayanan masyarakat yang sesuai
  • Pertimbangkan konsultasi untuk kasus dengan efek samping motorik yang berat

9) Dignosos Multiaksial terdiri dari 5 aksis :
            1) Aksis I    :   -Gangguan klinis
                                    -Kondisi lain yang menjadi focus perhatian klinis
            2) Aksis II   :   - Gangguan keperibadian
                                    - Retardasi Mental
            3) Aksis III  : - Kondisi Medik Umum
            4) Aksis IV  :  -Masalah Psikososial dan Lingkungan
            5) Aksis V    :  - Penilaian fungsi secara global
ž  AKSIS I :
            Sindrom klinik
            Kondisi yg tdk tercantum sebagai gangguan jiwa, tetapi merupakan pusat perhatian atau terapi, diberi kode diagnostik. Mis : depresi berat, kode F …
ž  AKSIS II :
            Ciri kepribadian atau kepribadian pramorbid (yg melatar belakangi pasien sejak sebelum terjadi gangguan yg sekarang). Ada gangguan perkembangan spesifik. Mis : kepribadian depresif ( harus dibuktikan dengan benar ).
           
ž  Diagnosis Aksis I & II :
-          boleh ada 2 diagnosis, sesuai keadaan  kondisi klinis
-          urutan pertama, yg perlu mendapat prioritas terapi
-          dapat dituliskan gangguan perkembangan spesifik  pd aksis II
-          dapat dituliskan lebih dari satu gangguan
      kepribadian yg melatarbelakanginya setelah
      diperiksa dengan teliti.

ž  Aksis III:
-          Gangguan atau kondisis fisik, yg menyertai atau yg  melatarbelakangi gangguan.
-          Adalah gangguan atau kondisi fisik yang ditemukan sekarang, yg secara potensial bermakna pd kondisi saat terapi sekarang .Mis : ruda paksa, keracunan, kecelakaan dll.




Hubungan aksis I,II,III :
    Harus dipikirkan dan dihubungkan kondisi fisik, sosial dan psikologis.
  1. Aksis IV :
-          Untuk pemberian kode berat ringannya stressor psikososial yg berpengaruh terhadap gangguan jiwa sekarang.
-          Bermakna penting dalam faktor perkembangan dan kekambuhan gangguan jiwa yg dialami.
-          Stresor yg berkaitan dengan perawatan saat ini, adalah dalam jangka waktu 1 tahun terakhir.Kecuali pd stres paska trauma kronis dan  menetap atau tertunda.
ž  Aksis V :
            Taraf tertinggi fungsi penyesuaian dalam satu tahun terakhir.
-          Aksis ini dipakai untuk menilai taraf tertinggi fungsi penyesuaian paling sedikit beberapa bulan dalam satu tahun terakhir
-          Terdapat 3 aspek :
                        hubungan sosial
                        fungsi pekerjaan / sekolah
                        penggunaan waktu senggang
Data ini sangat penting karena seseorang akan kembali ke fungsi penyesuaian sebelumnya.
 #Catatan :
-          Antara Aksis I,II,III tidk selalu harus ada hubungan etiologic atau pathogenesis
-          Hubungan antara “aksis I-II-III” dapat timbl balik saling mempengaruhi.



















Macam-macam Gangguan Psikotik
Skizofrenia
a.       Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku aneh yang terganggu. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan dalam memproses informas, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah. Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai penyakit sendiri, melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan dengan berbagai gejala seperti jenis kanker. Penyakit ini ditakuti sebagai gangguan jiwa yang berbahaya dan tidak dapat di control, dan mereka yang terdiagnosis penyakit ini digambarkan sebagai individu yang tidak mengalami masalah emosional atu psikologis yang terkendali dan memperlihtkan perilaku yang aneh dan amarah. Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal. Skizofrenia jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Insiden puncak awitanya ialah 15 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun untuk wanita (DSM-IV-TR, 2000). Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1 % dari seluruh penduduk. Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa hamper tiga juta penduduk yang sedang, telah, atau akan terkenan penyakit tersebut. Insiden dan prevalansi seumur hidup secara kasar sam di seluruh dunia.

b.      Tipe Skizofrenia dari DSM-IV-TR, 2000. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan.

o    Skizofrenia, tipe paranoid: ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi korban atau dimata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebihan (focus waham agama), atau perilaku agresif, dan bermusushan.
o    Skizofrenia, tipe tidak terorganisasi: ditandai dengan afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoheransi, asosiasi longgar, dan disorganisasi perilaku yang ekstrem.
o    Skizofrenia, tipe katatonik: ditandai dengan gangguan psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang berlebihan, negativism yang ekstream, mutisme, gerakan volunteer yang aneh, ekolalia, atau ekopraksia. Imobilitas motorik dapat terlihat berupa katalepsi (flexibilitas carea) atau stupor. Aktivitas motorik yang berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulus eksternal.
o    Skizofrenia, tipe tidak dapat dibedkan: ditandai dengan gejala-gejala skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai gangguan pikiran, afek, dan perilaku.
o    Skizofrenia, tipe residual: ditandai dengan setidaknya satu episode skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dari masyarakat, efek datar, serta asosiasi longgar.


c.       Gejala positif dan negative Skizofrenia

2.      Gejala positif atau gejala nyata
1.      Halusinasi: Persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas.
2.      Waham: Keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam realitas.
3.      Ekopraksia: Peniruan gerakan dan gesture orang lain yang diamati klien.
4.      Flight of ideas: Aliran verbalisasi yang terus menerus saat individu melompat dari satu topic ke topic lain dengan cepat.
5.      Perseverasi: Terus menerus membicarakan satu topic atau gagasan; pengulangan kalimat, kata, atau fasa secara verbal, dan menolak untuk mengubah topic tersebut.
6.      Asosiasi longgar: Pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau buruk.
7.      Gagasan rujukan: Kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal memiliki makna khusus bagi individu.
8.      Ambivalensi: Mempertahankan keyakinan atau perasaan yang tampak kontradiktiv tentang individu, peristiwa, atau situasi yang sama.
3.      Gejala negative atau gejala samar
1.      Apati: Perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, dan peristiwa.
2.      Alogia: Kecenderungan berbicara sangat sedikit atau menyampaikan sedikit substansi makna (miskin isi).
3.      Afek datar: Tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukkan emosi atau mood.
4.      Afek tumpul: Rentang keadaan perasaan emosional atau mood yang terbatas.
5.      Anhedonia: Merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menjalani hidup, aktivitas, atau hubungan.
6.      Katatonia: Imobilitas karena factor psikologis, kadang kala ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
7.      Tidak memiliki kemauan: Tidak adanya keinginan, ambisi, atau dorongan untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.

d.     Faktor predisposisi

1.      Biologis
Abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respons neurobiologist yang maladaptive baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian berikut :
a)      Penelitian pencritaan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan otak yang yang lebih luas dalam perkembangn skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbic berhubungan dengan perilaku psikotik. Pembesaran frentikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan atrofi otak.
b)      Beberapa zat kimia otak dikaitkan dengan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini. Dopamin neurotransmitter yang berlebihan, ketidak seimbangan antara dopamine dan neurotransmitter lain, terutama serotonin, masalah-masalah pada system reseptor dopamine.
c)      Penelitian pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran genetic pada skizofrenia. Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyi angka kejadian skizofrenia yang lebih tinggi daripada pasangan saudara sekandung yang tidak identik. Penelitian genetic terbaru memfokuskan pada gene mapping (pemetaan gen) dalam keluarga dalam insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada keturunan pertama dibandingkan dengan populasi secara umum.
2.      Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologist yang maladaptif belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologis terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini.
     3. Sosiobudaya
                        Stres yang menumpuk dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

e.      Stresor pencetus

a.       Biologis
Stresor biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptive meliputi (1) gangguan dalam komunikasi; dan (2) abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak (komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit), yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.
b.      Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentuak secara biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Penilaian stressor
Tidak terdapat riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stress menyebabkan skizofrenia. Namun, studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stress, penilaian individu terhadap stressor, dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala. Model diathesis stress menjelaskan bahwa skizofrenia muncul berdasarkan hubungan antara beratnya stress yang dialami individu dan ambang toleransi terhadap stress internal. Model ini penting karenan mengintegrasikan factor biologis, psikologis, dan sosiobudaya dalam menjelaskan perkembangan skizofrenia.
Cara Pencegahan dan Pengobatan Gangguan Jiwa
Meski bukan penyebab utama kematian, menurut Dr. Vijay Chandra, Health and Behaviour Advisor dari WHO Wilayah Asia Tenggara (WHO-SEARO), gangguan jiwa merupakan penyebab utama disabilitas (ketidakmampuan, cacat) pada kelompok usia paling produktif yakni antara 15-44 tahun. Apa saja yang perlu dilakukan dan cara mencegah serta mengobati gangguan jiwa?
Keluarga mana pun tak tega sanak saudaranya menderita gangguan jiwa. Di mana dampak sosialnya sangat serius berupa penolakan, pengucilan dan diskriminasi. Begitu pula dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, memerlukan penanganan sedini mungkin agar gejala-gejala yang ditimbulkan tidak berkembang menjadi gangguan jiwa yang kronis.
Penderita gangguan jiwa, baik skizofrenia maupun psikosis sebenarnya masih dapat ditolong. Syaratnya pengobatannya baik dan tidak terlambat. Kalau syarat itu dipenuhi 25 persen penderita skizofrenia bisa disembuhkan. Memang bukan berarti sembuh total, karena kepekaan untuk terganggu lagi pada penderita skizofrenia lebih besar daripada orang normal. Tetapi, gangguan psikosis yang disebabkan oleh kelainan anatomi otak sembuh total karena sebagian besar bersifat sementara.

Wujud pelayanan untuk menanggulangi klien dengan gangguan jiwa dikenal dengan “Tri Upaya Bina Jiwa”, yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
Gejala-gejala awal orang yang menderita psikosis sangat banyak wujudnya tak menyangkut kondisi fisik, bisa berupa perasaan curiga, depresi, cemas, suasana perasaan yang mudah berubah, tegang, cepat tersinggung, atau marah tanpa alasan yang jelas.
Bisa juga gangguan kognitif seperti timbul pikiran aneh, merasa mengambang, sulit konsentrasi atau menurunnya daya ingat. Gangguan pola tidur, perubahan nafsu makan, keluhan badan yang tidak jelas dasarnya, kehilangan tenaga atau dorongan kehendak antara lain gejala-gejala yang perlu diwaspadai.
Bila gejala itu sudah diidentifikasi, menurut Prof. Sasanto, salah satu titik penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu memerlukan pengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang macam-macam. Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun diperlukan  peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.
Psikofarmaka
Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini  adalah dengan memberikan terapi obat-obatan  yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.
Psikoterapi
adalah terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi  ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan  pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral etika. Mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dsbnya.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya.
Terapi Psikososial           
Dengan terapi ini dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik. Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab suci dsb.
Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; terapi kelompok, menjalankan  ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat.

FAKTOR PENYEBAB SKIZOFRENIA
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang
menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir antara
lain :
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu yang
terus menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a.       Neroanatomi
b.      Nerofisiologi
c.        Nerokimia
d.       tingkat kematangan dan perkembangan organic
e.       faktor-faktor pre dan peri - natal
2.      Faktor-faktor psikologik ( psikogenik) :
a)      Interaksi ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
                        kekurangan, distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
b)      Peranan ayah
c)       Persaingan antara saudara kandung
d)      Inteligensi
e)      hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f)        kehilangan yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu atau rasa salah
g)      Konsep dini : pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
h)      Keterampilan, bakat dan kreativitas
i)        Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j)        Tingkat perkembangan emosi
3.      Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik)
a)       Kestabilan keluarga
b)       Pola mengasuh anak
c)      Tingkat ekonomi
d)     Perumahan : perkotaan lawan pedesaan
e)      Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang tidak memadai
f)        Pengaruh rasial dan keagamaan
g)       Nilai-nilai
D. PSIKOPATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Perubahan-perubahan apakah yang terjadi pada susunan saraf pusat (otak) pasien skizofrenia ?
Penelitian mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter dan resptor di
sel-sel saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin, ternyata
mempengaruhi alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala positif
dan negatif skizofrenia.
Selain perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan
menggunakan CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien, terutama
pada penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi korteks bagian depan,
dan atrofi otak kecil (cerebellum).
ASKEP
ANALISA DATA
No
Data
Rumusan Masalah
1.
Do :
Seorang pria usia 32 tahun, 3 hari yang lalu di bawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose medis axis 1 : F20, riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak berbicara sendiri, dan bersikap menyerang jika di dekati . dan penghitungan skore kategori pasien jiwa di peroleh : 129.

Ds :
Keluarga mengatakan bahwa di rumah pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang katanya bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga merasa tidak ada orang asing yang bersembunyi di rumahnya. Pasien mengalami perilaku tersebut sejak 2 tahun yang lalu, pernah dirawat sebelumnyA 1X dengan  gejala yang sama. Kekambuhan kali ini karena putus minum obat.
Gangguan peersepsi sensori/halusinasi
PERENCANAAN
No
Diagnose Keperawatan
Perencanaan
1.
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat mrngendalian gangguan persepsi/halusinasi

INTERVENSI
No
Diagnose Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
1.  Klien dapat hubungan saling percaya  a. Bina hubungan saling percaya
ü  Salam terapeutik
ü  Perkenalan diri
ü  Jelaskan tujuan interaksi
ü  Ciptakan lingkungan yang tenang
ü  Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.


2.   2. Klien dapat mengenal halusinasinya
a.     Lakukan kontak sering dan singkat
b.     Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.
c.     Bantu klien untuk mengenal halusinasinya;
ü  Bila klien menjawab ada, lanjutkan; apa yang dikatakan ?
ü  Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.
ü  Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
ü  Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.


d.    Diskusikan dengan klien tentang
ü  Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
ü  Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).

e.     Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.


3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a.     Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)
b.     Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.
c.     Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :
ü  Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi).
ü  Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinaasinya.
ü  Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
ü  Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.
d.    Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e.     Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.
f.      Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Klien  dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :
a.      Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.
b.      Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
b.      Gejala halusinasinya yang dialami klien
c.       Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi
d.      Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
e.       Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain

1.      Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2.      Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3.      Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien



1.      Untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya. 
2.  Sering memantau tingkah laku klien dengan menceritakan apa yang di dengar



3.  Membantu untuk mengenal halusinasi dengan menanyakan halusinasi yang di dengar dan yang dilihat












4.  Menjelaskan kepada klien yang dapat menimbulkan halusinasi dan menyuruh klien menjelaskan kapan dan frekuensi terjadinya halusinasi






5.  Klien menceritakan apa yang dirasakan saat halusinani muncul








1.      Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2.      Menghargai respon atau upaya klien.
3.      informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
4.      Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
5.      Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
6.      Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan














1.      Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2.       Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3.      Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4.      Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5.      Pujian untuk menghargai keluarga.




IMPLEMENTASI
Diagnose Keperawatan
Hari/Tanggal
Implementasi
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
Jumat, 23 November 2012
1.      Klien dapat melakukan hubungan terapeutik dengan perawat
2.      Klien dapat berkomunikasi dan menerima kehadiran perawat
3.      Klien dapat menceritakan dan mengontrol gangguan halusinasi
4.      Klien dapat menggunakan obat sesuai dengan halusinasinya.
5.      Klien mendapatkan dukungan dari keluarga.
6.      Klien dapat melakukan perawatan diri dari gangguan halusinasi.


EVALUASI
Hari / Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
Jum’at, 23 November 2012
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
S:  Pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang katanya bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga merasa tidak ada orang asing yang bersembunyi di rumahnya

O:  Seorang pria usia 32 tahun, 3 hari yang lalu di bawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose medis axis 1 : F20, riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak berbicara sendiri, dan bersikap menyerang jika di dekati . dan penghitungan skore kategori pasien jiwa di peroleh : 129.

A: perawatan gangguan halusinasi terpenuhi.

P: Mengajarkan pasien cara mengontrol dan mengendalikan halusinasi.










BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Gangguan psikotik adalah penyakit kejiwaan yang parah karena ditingkatan ini penderita tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikotik umumnya ditemukan ciri-ciri:
a.       Mengalami disorganisasi proses pikiran
b.      Gangguan emosional
c.       Disertai dengan halusinasi dan delusi
Psikotik bisa muncul dalam beberapa bentuk:
-          Schizophrenia, ditandai dengan kemunduran atau kemurungan kepribadian
-          Paranoia, gila kebesaran atau merasa lebih dari segalanya
-          Maniac, depresive psychosis, perasaan gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi sedih
Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa gejala-gejala psikotik yang diderita pada subyek antara lain:tampak bicara sendiri, menyerang jika didekati, dan berteriak teriak akan membunuh seseorang yang bersembunyi dirumahnya. Gangguan ini telah diderita subyek sejak 2 tahun yang lalu.
2.      Saran
Bagi penulis, untuk lebih banyak lagi membaca referensi-referensi terutama referensi terbaru terkait dengan tema dan judul yang dibahas agar banyak hal-hal yang diperoleh dan dapat ditulis, pengetahuan juga semakin luas.






Daftar Pustaka

Hamid, Achir Yani Syuhaimie;2000;Aspek Spiritual Dalam Keperawatan;Jakarta:Widya Medikal
Sheila L. Videbeck;2008;Buku Ajar Keperawatan Jiwa;Jakarta:EGC
Stuart,Gail W;2006;Buku Saku Keperawatan Jiwa;Jakarta:EGC
Townsend,MaryC.;1998;Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri;Jakarta:EGC