MAKALAH
Tutorial Keperawatan
Jiwa“Gangguan Neurotik”
Kelompok Tutorial 3
Disusun Oleh :
1. Isnaini fitra utami ( 201110201101) 8.
Mei Sapita Tri A ( 201110201109)
2. Kurnia Sari (201110201102)
9. Nanda Septiani A (201110201110)
3. Lailatul Hasanah (201110201103) 10.
Nida Hidayati (201110201111)
4. Laili Najla (201110201105) 11.
Nindi Sakina G (201110201112)
5. Lia Fitari (2011102011106) 12.
Nita Komala Sari (201110201113)
6. Lita Suarni(201110201107) 13.
Nofia putri Handayani (201110201114)
7. M.Fatir siddik (201110201108)
Program Studi Ilmu
Keperawatan 3A
Stikes ‘Aisyiyah Yogya
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Keperawatan jiwa merupakan suatu bidang spesialis
praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya. Praktek keperawatan
jiwa terjadi dalam konteks social dan lingkungan. Keperawatn jiwa merupakan
salah satu dari lima inti disiplin kesehatan mental. Perawat jiwa menggunakan
pengetahuan dari ilmu psikososial, biofisik, teori-teori kepribadian dan
perilaku manusia untuk menurunkanerja
suatu kerangka kerja teoretik yang menjadi landasn praktik keperawatan.
Saat ini berkembang perawatan sebagai profesi yaitu perawatan sebagai elemen
inti dari semua praktik keperawatan.
Kehidupan manusia dewasa ini yang semakin sulit dan
komplek serta semakin bertambahnya sressos psikososial akibat budaya masyarakat
modern yang cenderung lebih sekuler, menyebabkan manusia tidak dapat menghindari
tekanan-tekanan hidup yang mereka alami (Prabandari etal, 1997). Kondisi kritis
ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas maupun kuantitas penyakit
mental emosiaonal manusia (Hidayati, 2000 ).
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses
terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien,
keluarga, dan atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal
(Carpenito, 1989 dikutip oleh Keliat, 1991).
Proses keperawatan pada klien dengan masalah
kesehatan jiwa merupakan tantangan yang unik karena masalah kesehatan jiwa
mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada masalah kesehatan fisisk,
memperlihatkan gejala yang berbeda, dan muncul oleh berbagai penyebab. Kejadian
masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi mungkin muncul gejala yang
berbed. Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritkan
masalahnya, bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan kontradiksi.
Kemampuan mereka untuk berperan untuk dalam menyelesaikan masalah juga
berfariasi
B. Tujuan
(Learning Objection)
1. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan definisi gangguan psikotik
2. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan penyebab gangguan psikotik.
3. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelskan cirri-ciri gangguan psikotik.
4. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan macam-macam gangguan psikotik.
5. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan cara menangani gangguan psikotik.
6. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan dampak atau akibat gangguan psikotik.
7. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelasakan penentuan skor kategori gangguan psikotik.
8. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan cara mengetahui dan menentukan diagnosisi
medis.
9. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan diagnose medis axis 1-5.
10. Mahasiswa mampu mengetahui dan menjelaskan
psikofarmaka gangguan psikotik.
11. Mahasiswa
mampu mengetahui dan menjelaskan asuhan keperawatan gangguan psikotik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Definisi
Gangguan Psikotik
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau
perilaku kacau/aneh. Psikotik yang dibahas pada modul ini yaitu psikotik akut
dan kronik.
B.Penyebab
Gangguan Psikotik
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga
unsur itu yang terus-menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor
somatik (somatogenik) atau organobiologis.
a) Neroanatomi
b) Nerofisiologi
c) Nerokimia
d) Tingkat
kematangan dan perkembangan organik
e) Faktor-faktor
pre dan peri-natal
2. Faktor-faktor
psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif
a) Interaksi
ibu-anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
kekurangan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan yang tak percaya dan
kebimbangan).
b) Peranan ayah
c) Persaingan
antara saudara kandungan
d) Inteligensi
e) Hubungan
dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f) Kehilangan
yang mengakibatkan kecemasan, depresi, rasa malu, atau rasa salah.
g) Konsep diri
: pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
h) Keterampilan,
bakat dan kreatifitas
i)
Pola adaptasi dan pembelaan sebagai
reaksi terhadap bahaya
j)
Tingkat perkembangan emosi
3. Faktor-faktor
sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural
a) Kesetabilan
keluarga
b) Pola
mengasuh anak
c) Tingkat
ekonomi
d) Perumahan:
perkotaan lawan pedesaan
e) Masalah
kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan,pendidikan
dan kesejahteraan yang tidak memadai
f) Pengaruh
rasial dan keagamaan
g) Nilai-nilai
C.Macam-Macam
dan Ciri Gangguan Psikotik
I.
Gangguan Psikotik Akut
a.
Gambaran perilaku
- Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
- Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal
- Kebingungan atau disorientasi
- Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri, kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasa2. Pedoman diagnostik
Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut adalah
sebagai berikut :
- Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya)
- Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain)
- Agitasi atau perilaku aneh (bizar)
- Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
- Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)
b.
Diagnosis
banding
Selain diagnosis pasti, ada diagnosis banding untuk psikotik akut ini karena dimungkinkan adanya gangguan fisik yang bisa menimbulkan gejala psikotik.
- Epilepsi
- Intoksikasi atau putus zat karena obat atau alkohol
- Febris karena infeksi
- Demensia dan delirium atau keduanya
- Jika gejala psikotik berulang atau kronik, kemungkinan skizofrenia dan gangguan psikotik kronik lain
- Jika terlihat gejala mania (suasana perasaan meninggi, percepatan bicara atau proses pikir, harga diri berlebihan), pasien mungkin sedang mengalami suatu episode maniak
- Jika suasana perasaan menurun atau sedih, pasien mungkin sedang mengalami depresi
II.
Gangguan Psikotik Kronik
a.
Gambaran perilaku
Untuk menetapkan diagnosa medik psikotik kronik data berikut merupakan perilaku utama yang secara umum ada.
- Penarikan diri secara sosial
- Minat atau motivasi rendah, pengabaian diri
- Gangguan berpikir (tampak dari pembicaraan yang tidak nyambung atau aneh)
- Perilaku aneh seperti apatis, menarik diri, tidak memperhatikan kebersihan yang dilaporkan keluarga
b.
Perilaku lain yang dapat menyertai
adalah :
- Kesulitan berpikir dan berkonsentrasi
- Melaporkan bahwa individu mendengar suara-suara
- Keyakinan yang aneh dan tidak masuk akal sepert : memiliki kekuatan supranatural, merasa dikejar-kejar, merasa menjadi orang hebat/terkenal
- Keluhan fisik yang tidak biasa/aneh seperti : merasa ada hewan atau objek yang tak lazim di dalam tubuhnya
- Bermasalah dalam melaksanakan pekerjaan atau pelajaran
c.
Diagnosa
banding
Beberapa kondisi yang dapat menjadi diagnosis banding psikosis akut diantaranya adalah :
- Depresi jika ditemukan gejala depresi (suasana perasaan yang menurun atau sedih, pesimisme, perasaan bersalah)
- Gangguan bipolar jika ditemukan gejala mania (eksitasi, suasana perasaan meningkat, penilaian diri yang berlebihan)
- Intoksikasi kronik atau putus zat karena alkohol atau zat/bahan lain (stimulansia, halusinogenik)
- Efek penggunaan zat psikoaktif atau gangguan depresif dan gangguan ansietas menyeluruh jika berlangsung setelah satu periode abstinensia (misalnya, sekitar 4 minggu)
D.Cara Menangani Gangguan Psikotik
1)
Gangguan Psikotik Akut
a.
Penatalaksanaan
Pertama, saudara harus dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang psikotik akut berikut hak dan kewajibannya
Pertama, saudara harus dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang psikotik akut berikut hak dan kewajibannya
b.
Informasi yang perlu untuk pasien
dan keluarga
Untuk lebih memahami dan memperjelas isi dan metode pemberian informasi yang akan disampaikan saudara dapat dibaca lebih lengkap pada modul VI B tentang asuhan keperawatan pasien halusinasi, waham, isolasi sosial. Beberapa informasi yang perlu disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain tentang :
Untuk lebih memahami dan memperjelas isi dan metode pemberian informasi yang akan disampaikan saudara dapat dibaca lebih lengkap pada modul VI B tentang asuhan keperawatan pasien halusinasi, waham, isolasi sosial. Beberapa informasi yang perlu disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain tentang :
- Episode akut sering mempunyai prognosis yang baik, tetapi lama perjalanan penyakit sukar diramalkan hanya dengan melihat dari satu episode akut saja
- Agitasi yang membahayakan pasien, keluarga atau masyarakat, memerlukan hospitalisasi atau pengawasan ketat di suatu tempat yang aman. Jika pasien menolak pengobatan, mungkin diperlukan tindakan dengan bantuan perawat kesehatan jiwa masyarakat dan perangkat desa serta keamanan setempat
- Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya:
- Keluarga atau teman harus mendampingi pasien
- Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan kebersihan)
- Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera
c.
Konseling pasien dan keluarga
- Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan pasien
- Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stresor
- Motivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari-hari setelah gejala membaik
2)
Gangguan Psikotik Kronik
d.
Penatalaksanaan
Berikut ini akan diuraikan tentang penatalaksanaan pada pasien psikotik kronik secara medik.
1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga.
Tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial, defisit perawatan diri. Beberapa informasi yang dapat saudara sampaikan pada pasien dan keluarga antara lain :
- Gejala penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi)
- Antisipasi kekambuhan
- Penanganan psikosis akut
- Pengobatan yang akan mengurangi gejala dan mencegah kekambuhan
- Perlunya dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi pasien
- Perlunya organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti bagi pasien dan keluarga
2.Konseling pasien dan keluarga
Beberapa topik yang dapat menjadi
fokus konseling adalah :
- Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien
- Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari
- Kurangi stress dan kontak dengan stres
E.Psikofarmaka
1. Gangguan Psikotik Akut
Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik akut :
1.
Berikan obat antipsikotik untuk
mengurangi gejala psikotik :
-
Haloperidol 2-5 mg, 1 sampai 3 kali
sehari, atau
-
Chlorpromazine 100-200 mg, 1 sampai 3 kali
sehari
Dosis harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping, walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi
Dosis harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping, walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi
2.
Obat antiansietas juga bisa
digunakan bersama dengan neuroleptika untuk mengendalikan agitasi akut
(misalnya: lorazepam 1-2 mg, 1 sampai 3 kali sehari)
3.
Lanjutkan obat antipsikotik selama
sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah gejala hilang.
4.
Apabila saudara menemukan pasien
gangguan jiwa di rumah dengan perilaku di bawah ini, lakukan kolaborasi dengan
tim untuk mengatasinya.
-
Kekakuan otot (Distonia atau spasme akut),
bisa ditanggulangi dengan suntikan benzodiazepine atau obat antiparkinson
-
Kegelisahan motorik berat
(Akatisia), bisa ditanggulangi dengan pengurangan dosis terapi atau pemberian
beta-bloker
-
Gejala parkinson (tremor/gemetar,
akinesia), bisa ditanggulangi dengan obat antiparkinson oral (misalnya,
trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari)
5.
Rujukan
Tindakan rujukan diperlukan bila terjadi kondisi-kondisi yang tidak dapat diatasi melalui tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya khususnya pada :
Tindakan rujukan diperlukan bila terjadi kondisi-kondisi yang tidak dapat diatasi melalui tindakan yang sudah dilakukan sebelumnya khususnya pada :
-
Kasus baru gangguan psikotik
-
Kasus dengan efek samping motorik
yang berat atau timbulnya demam, kekakuan, hipertensi, hentikan obat
antipsikotik lalu rujuk
2.Gangguan Psikotik Kronik
a.
Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik kronik :
Program pengobatan untuk psikotik kronik :
1.
Antipsikotik yang mengurangi gejala psikotik :
-
Haloperidol 2-5 mg; 1 – 3 kali sehari
-
Chlorpromazine 100-200 mg ; 1 – 3
kali sehari
Dosis harus serendah mungkin; hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi
Dosis harus serendah mungkin; hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi
2.
Obat anti psikotik diberikan
sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah episode pertama penyakitnya dan lebih lama
sesudah episode berikutnya
3.
Obat antipsikotik mempunyai efek
jangka panjang yang disuntikkan jika pasien gagal untuk minum obat oral
4.
Berikan terapi untuk mengatasi efek
samping yang mungkin timbul :
-
Kekakuan otot (distonis dan spasme
akut), yang dapat diatasi dengan obat anti parkinson atau benzodiazepine yang
disuntikkan
-
Kegelisahan motorik yang berat
(Akatisia) yang dapat diatasi dengan pengurangan dosis terapi atau pemberian
beta-bloker
-
Obat anti Parkinson yang dapat
mengatasi gejala parkinson (antara lain trihexyphenidil 2 mg sampai 3 kali
sehari, ekstrak belladonna 10-20 mg 3x sehari, diphenhydramine 50 mg 3 x
sehari)
b.
Rujukan
Beberapa kriteria perlunya rujukan kasus adalah :
Beberapa kriteria perlunya rujukan kasus adalah :
- Semua kasus baru dengan gangguan psikotik
- Depresi atau mania dengan gejala psikotik.
- Perlu kepastian diagnosis dan terapi yang paling sesuai pada kasus kronis
- Keluarga merasakan terbebani dengan kondisi pasien dan memerlukan konsultasi dengan pelayanan masyarakat yang sesuai
- Pertimbangkan konsultasi untuk kasus dengan efek samping motorik yang berat
9)
Dignosos Multiaksial terdiri dari 5 aksis :
1) Aksis I : -Gangguan
klinis
-Kondisi
lain yang menjadi focus perhatian klinis
2) Aksis II : -
Gangguan keperibadian
- Retardasi
Mental
3) Aksis III : -
Kondisi Medik Umum
4) Aksis IV : -Masalah
Psikososial dan Lingkungan
5) Aksis V : -
Penilaian fungsi secara global
AKSIS I :
Sindrom
klinik
Kondisi
yg tdk tercantum sebagai gangguan jiwa, tetapi merupakan pusat perhatian atau
terapi, diberi kode diagnostik. Mis : depresi berat, kode F …
AKSIS II :
Ciri
kepribadian atau kepribadian pramorbid (yg melatar belakangi pasien sejak
sebelum terjadi gangguan yg sekarang). Ada gangguan perkembangan spesifik. Mis
: kepribadian depresif ( harus dibuktikan dengan benar ).
Diagnosis Aksis I & II :
-
boleh ada 2 diagnosis,
sesuai keadaan kondisi klinis
-
urutan pertama, yg
perlu mendapat prioritas terapi
-
dapat dituliskan
gangguan perkembangan spesifik pd aksis
II
-
dapat dituliskan lebih
dari satu gangguan
kepribadian yg melatarbelakanginya
setelah
diperiksa dengan teliti.
Aksis
III:
-
Gangguan atau kondisis
fisik, yg menyertai atau yg melatarbelakangi
gangguan.
-
Adalah gangguan atau
kondisi fisik yang ditemukan sekarang, yg secara potensial bermakna pd kondisi
saat terapi sekarang .Mis : ruda paksa, keracunan, kecelakaan
dll.
Hubungan
aksis I,II,III :
Harus dipikirkan dan dihubungkan kondisi
fisik, sosial dan psikologis.
- Aksis IV :
-
Untuk pemberian kode berat ringannya stressor psikososial yg
berpengaruh terhadap gangguan jiwa sekarang.
-
Bermakna penting dalam
faktor perkembangan dan kekambuhan gangguan jiwa yg dialami.
-
Stresor yg berkaitan
dengan perawatan saat ini, adalah dalam jangka waktu 1 tahun terakhir.Kecuali
pd stres paska trauma kronis dan menetap
atau tertunda.
Aksis
V :
Taraf tertinggi fungsi penyesuaian
dalam satu tahun terakhir.
-
Aksis ini dipakai untuk
menilai taraf tertinggi fungsi penyesuaian paling sedikit beberapa bulan dalam
satu tahun terakhir
-
Terdapat 3 aspek :
hubungan sosial
fungsi pekerjaan /
sekolah
penggunaan waktu
senggang
Data
ini sangat penting karena seseorang akan kembali ke fungsi penyesuaian
sebelumnya.
#Catatan :
-
Antara Aksis I,II,III
tidk selalu harus ada hubungan etiologic atau pathogenesis
-
Hubungan antara “aksis
I-II-III” dapat timbl balik saling mempengaruhi.
Macam-macam Gangguan Psikotik
Skizofrenia
a.
Pengertian Skizofrenia
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi
otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku
aneh yang terganggu. Skizofrenia adalah suatu penyakit otak persisten dan
serius yang mengakibatkan perilaku psikotik, pemikiran konkret, dan kesulitan
dalam memproses informas, hubungan interpersonal, serta memecahkan masalah.
Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai penyakit sendiri, melainkan diduga
sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dengan
dengan berbagai gejala seperti jenis kanker. Penyakit ini ditakuti sebagai
gangguan jiwa yang berbahaya dan tidak dapat di control, dan mereka yang
terdiagnosis penyakit ini digambarkan sebagai individu yang tidak mengalami
masalah emosional atu psikologis yang terkendali dan memperlihtkan perilaku
yang aneh dan amarah. Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir
dan dewasa awal. Skizofrenia jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Insiden
puncak awitanya ialah 15 sampai 25 tahun untuk pria dan 25 sampai 35 tahun
untuk wanita (DSM-IV-TR, 2000). Prevalensi skizofrenia diperkirakan sekitar 1 %
dari seluruh penduduk. Di Amerika Serikat angka tersebut menggambarkan bahwa
hamper tiga juta penduduk yang sedang, telah, atau akan terkenan penyakit
tersebut. Insiden dan prevalansi seumur hidup secara kasar sam di seluruh
dunia.
b.
Tipe Skizofrenia dari DSM-IV-TR,
2000. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala yang dominan.
o
Skizofrenia, tipe paranoid: ditandai
dengan waham kejar (rasa menjadi korban atau dimata-matai) atau waham
kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebihan (focus waham
agama), atau perilaku agresif, dan bermusushan.
o
Skizofrenia, tipe tidak terorganisasi:
ditandai dengan afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoheransi, asosiasi
longgar, dan disorganisasi perilaku yang ekstrem.
o
Skizofrenia, tipe katatonik:
ditandai dengan gangguan psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan
atau aktivitas motorik yang berlebihan, negativism yang ekstream, mutisme,
gerakan volunteer yang aneh, ekolalia, atau ekopraksia. Imobilitas motorik
dapat terlihat berupa katalepsi (flexibilitas carea) atau stupor. Aktivitas
motorik yang berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh
stimulus eksternal.
o
Skizofrenia, tipe tidak dapat
dibedkan: ditandai dengan gejala-gejala skizofrenia campuran (atau tipe lain)
disertai gangguan pikiran, afek, dan perilaku.
o
Skizofrenia, tipe residual: ditandai
dengan setidaknya satu episode skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak
psikotik, menarik diri dari masyarakat, efek datar, serta asosiasi longgar.
c.
Gejala positif dan negative Skizofrenia
2.
Gejala positif atau gejala nyata
1.
Halusinasi: Persepsi sensori yang
salah atau pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas.
2.
Waham: Keyakinan yang salah dan
dipertahankan yang tidak memiliki dasar dalam realitas.
3.
Ekopraksia: Peniruan gerakan dan
gesture orang lain yang diamati klien.
4.
Flight of ideas: Aliran verbalisasi
yang terus menerus saat individu melompat dari satu topic ke topic lain dengan
cepat.
5.
Perseverasi: Terus menerus
membicarakan satu topic atau gagasan; pengulangan kalimat, kata, atau fasa
secara verbal, dan menolak untuk mengubah topic tersebut.
6.
Asosiasi longgar: Pikiran atau
gagasan yang terpecah-pecah atau buruk.
7.
Gagasan rujukan: Kesan yang salah
bahwa peristiwa eksternal memiliki makna khusus bagi individu.
8.
Ambivalensi: Mempertahankan
keyakinan atau perasaan yang tampak kontradiktiv tentang individu, peristiwa,
atau situasi yang sama.
3.
Gejala negative atau gejala samar
1.
Apati: Perasaan tidak peduli
terhadap individu, aktivitas, dan peristiwa.
2.
Alogia: Kecenderungan berbicara
sangat sedikit atau menyampaikan sedikit substansi makna (miskin isi).
3.
Afek datar: Tidak adanya ekspresi
wajah yang akan menunjukkan emosi atau mood.
4.
Afek tumpul: Rentang keadaan
perasaan emosional atau mood yang terbatas.
5.
Anhedonia: Merasa tidak senang atau
tidak gembira dalam menjalani hidup, aktivitas, atau hubungan.
6.
Katatonia: Imobilitas karena factor
psikologis, kadang kala ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien
tampak tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
7.
Tidak memiliki kemauan: Tidak adanya
keinginan, ambisi, atau dorongan untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.
d.
Faktor predisposisi
1.
Biologis
Abnormalitas perkembangan system
saraf yang berhubungan dengan respons neurobiologist yang maladaptive baru
mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian berikut :
a)
Penelitian pencritaan otak sudah
mulai menunjukkan keterlibatan otak yang yang lebih luas dalam perkembangn
skizofrenia. Lesi pada area frontal, temporal, dan limbic berhubungan dengan
perilaku psikotik. Pembesaran frentikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan atrofi otak.
b)
Beberapa zat kimia otak dikaitkan
dengan skizofrenia. Hasil penelitian menunjukkan hal-hal berikut ini. Dopamin
neurotransmitter yang berlebihan, ketidak seimbangan antara dopamine dan
neurotransmitter lain, terutama serotonin, masalah-masalah pada system reseptor
dopamine.
c)
Penelitian pada keluarga yang
melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran genetic pada
skizofrenia. Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyi angka
kejadian skizofrenia yang lebih tinggi daripada pasangan saudara sekandung yang
tidak identik. Penelitian genetic terbaru memfokuskan pada gene mapping
(pemetaan gen) dalam keluarga dalam insiden skizofrenia yang lebih tinggi pada
keturunan pertama dibandingkan dengan populasi secara umum.
2.
Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya
respon neurobiologist yang maladaptif belum didukung oleh penelitian.
Sayangnya, teori psikologis terdahulu menyalahkan keluarga sebagai penyebab
gangguan ini.
3. Sosiobudaya
Stres yang menumpuk
dapat menunjang awitan skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak
diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
e.
Stresor pencetus
a.
Biologis
Stresor
biologis yang berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptive meliputi (1)
gangguan dalam komunikasi; dan (2) abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak (komunikasi saraf yang melibatkan elektrolit), yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.
b.
Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang ditentuak secara
biologis berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Penilaian stressor
Tidak
terdapat riset ilmiah yang menunjukkan bahwa stress menyebabkan skizofrenia.
Namun, studi mengenai relaps dan eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stress,
penilaian individu terhadap stressor, dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan gejala. Model diathesis stress menjelaskan bahwa
skizofrenia muncul berdasarkan hubungan antara beratnya stress yang dialami
individu dan ambang toleransi terhadap stress internal. Model ini penting
karenan mengintegrasikan factor biologis, psikologis, dan sosiobudaya dalam
menjelaskan perkembangan skizofrenia.
Cara Pencegahan dan Pengobatan
Gangguan Jiwa
Meski bukan penyebab utama kematian, menurut Dr. Vijay
Chandra, Health and Behaviour Advisor dari WHO Wilayah Asia Tenggara
(WHO-SEARO), gangguan jiwa merupakan penyebab utama disabilitas
(ketidakmampuan, cacat) pada kelompok usia paling produktif yakni antara 15-44
tahun. Apa saja yang perlu dilakukan dan cara mencegah serta mengobati gangguan
jiwa?
Keluarga mana pun tak tega sanak saudaranya menderita
gangguan jiwa. Di mana dampak sosialnya sangat serius berupa penolakan,
pengucilan dan diskriminasi. Begitu pula dampak ekonomi yang ditimbulkan berupa
hilangnya hari produktif untuk mencari nafkah bagi penderita maupun keluarga
yang harus merawat serta tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung
keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, memerlukan penanganan sedini
mungkin agar gejala-gejala yang ditimbulkan tidak berkembang menjadi gangguan
jiwa yang kronis.
Penderita gangguan jiwa, baik skizofrenia maupun psikosis
sebenarnya masih dapat ditolong. Syaratnya pengobatannya baik dan tidak
terlambat. Kalau syarat itu dipenuhi 25 persen penderita skizofrenia bisa disembuhkan.
Memang bukan berarti sembuh total, karena kepekaan untuk terganggu lagi pada
penderita skizofrenia lebih besar daripada orang normal. Tetapi, gangguan
psikosis yang disebabkan oleh kelainan anatomi otak sembuh total karena
sebagian besar bersifat sementara.
Wujud
pelayanan untuk menanggulangi klien dengan gangguan jiwa dikenal dengan “Tri
Upaya Bina Jiwa”, yaitu promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
Gejala-gejala
awal orang yang menderita psikosis sangat banyak wujudnya tak menyangkut kondisi
fisik, bisa berupa perasaan curiga, depresi, cemas, suasana perasaan yang mudah
berubah, tegang, cepat tersinggung, atau marah tanpa alasan yang jelas.
Bisa
juga gangguan kognitif seperti timbul pikiran aneh, merasa mengambang, sulit
konsentrasi atau menurunnya daya ingat. Gangguan pola tidur, perubahan nafsu
makan, keluhan badan yang tidak jelas dasarnya, kehilangan tenaga atau dorongan
kehendak antara lain gejala-gejala yang perlu diwaspadai.
Bila
gejala itu sudah diidentifikasi, menurut Prof. Sasanto, salah satu titik
penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima
kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa itu memerlukan
pengobatan sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang macam-macam.
Terapi bagi penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi
medik, namun diperlukan peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna
resosialisasi dan pencegahan kekambuhan.
Psikofarmaka
Penanganan
penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan terapi
obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter
sehingga gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi obat diberikan
dalam jangka waktu relatif lama, berbulan bahkan bertahun.
Psikoterapi
adalah
terapi kejiwaan yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas
sudah kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik. Psikoterapi ini
bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan untuk
memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus
asa dan semangat juangnya.
Psikoterapi
Re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya
memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu, psikoterapi rekonstruktif
dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami
keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit, psikologi
kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir dan
daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai moral
etika. Mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, dsbnya.
Psikoterapi perilaku dimaksudkan
untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu menjadi perilaku yang mampu
menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga dimaksudkan untuk memulihkan penderita
dan keluarganya.
Terapi
Psikososial
Dengan terapi ini dimaksudkan
penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu
merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak
menjadi beban keluarga. Penderita selama menjalani terapi psikososial ini
hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka.
Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan ternyata masih
bermanfaat bagi penderita gangguan jiwa. Dari penelitian didapatkan kenyataan
secara umum komitmen agama berhubungan dengan manfaatnya di bidang klinik.
Terapi keagamaan ini berupa kegiatan ritual keagamaan seperti sembahyang,
berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan, ceramah keagamaan, kajian kitab
suci dsb.
Rehabilitasi
Program rehabilitasi penting
dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali kekeluarga dan masyarakat.
Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi misalnya di
suatu rumah sakit jiwa. Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan
antara lain; terapi kelompok, menjalankan ibadah keagamaan bersama,
kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olah raga, keterampilan, berbagai macam
kursus, bercocok tanam, rekreasi, dsbnya. Pada umumnya program rehabilitasi ini
berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala dilakukan evaluasi paling sedikit
dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti program rehabilitasi dan
evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga dan ke masyarakat.
FAKTOR
PENYEBAB SKIZOFRENIA
Hingga
sekarang belum ditemukan penyebab (etilogi) yang pasti mengapa seseorang
menderita
skizofrenia, padahal orang lain tidak. Ternyata dari penelitian-penelitian yang
telah
dilakukan
tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian
mutakhir antara
lain
:
1. Faktor genetik;
2. Virus;
3. Auto antibody;
4. Malnutrisi.
Sumber
penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur itu
yang
terus
menerus saling mempengaruhi, yaitu :
1. Faktor-faktor somatik (somatogenik)
a. Neroanatomi
b. Nerofisiologi
c. Nerokimia
d. tingkat kematangan dan perkembangan organic
e. faktor-faktor
pre dan peri - natal
2.
Faktor-faktor
psikologik ( psikogenik) :
a) Interaksi
ibu –anak : normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan
kekurangan,
distorsi dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan
kebimbangan)
b)
Peranan ayah
c)
Persaingan antara saudara kandung
d)
Inteligensi
e)
hubungan dalam
keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
f)
kehilangan yang mengakibatkan kecemasan,
depresi, rasa malu atau rasa salah
g)
Konsep dini :
pengertian identitas diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu
h)
Keterampilan, bakat dan
kreativitas
i)
Pola adaptasi dan
pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya
j)
Tingkat perkembangan
emosi
3.
Faktor-faktor
sosio-budaya (sosiogenik)
a)
Kestabilan keluarga
b)
Pola mengasuh anak
c)
Tingkat ekonomi
d)
Perumahan : perkotaan
lawan pedesaan
e)
Masalah kelompok
minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan yang
tidak memadai
f)
Pengaruh rasial dan keagamaan
g)
Nilai-nilai
D.
PSIKOPATOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Perubahan-perubahan
apakah yang terjadi pada susunan saraf pusat (otak) pasien skizofrenia ?
Penelitian
mutakhir menyebutkan bahwa perubahan-perubahan pada neurotransmiter dan resptor
di
sel-sel
saraf otak (neuron) dan interaksi zat neurokimia dopamin dan serotonin,
ternyata
mempengaruhi
alam pikir, perasaan, dan perilaku yang menjelma dalam bentuk gejala-gejala
positif
dan
negatif skizofrenia.
Selain
perubahan-perubahan yang sifatnya neurokimiawi di atas, dalam penelitian dengan
menggunakan
CT Scan otak, ternyata ditemukan pula perubahan pada anatomi otak pasien,
terutama
pada
penderita kronis. Perubahannya ada pada pelebaran lateral ventrikel, atrofi
korteks bagian depan,
dan
atrofi otak kecil (cerebellum).
ASKEP
ANALISA DATA
No
|
Data
|
Rumusan Masalah
|
1.
|
Do :
Seorang pria usia 32
tahun, 3 hari yang lalu di bawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose
medis axis 1 : F20, riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak
berbicara sendiri, dan bersikap menyerang jika di dekati . dan penghitungan
skore kategori pasien jiwa di peroleh : 129.
Ds :
Keluarga mengatakan
bahwa di rumah pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang katanya
bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga merasa tidak ada orang asing yang
bersembunyi di rumahnya. Pasien mengalami perilaku tersebut sejak 2 tahun
yang lalu, pernah dirawat sebelumnyA 1X dengan gejala yang sama. Kekambuhan kali ini
karena putus minum obat.
|
Gangguan peersepsi
sensori/halusinasi
|
PERENCANAAN
No
|
Diagnose Keperawatan
|
Perencanaan
|
1.
|
Gangguan persepsi
sensori / halusinasi
|
Tujuan
:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat mrngendalian
gangguan persepsi/halusinasi
|
INTERVENSI
No
|
Diagnose Keperawatan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan persepsi
sensori / halusinasi
|
1. Klien dapat hubungan saling percaya a. Bina hubungan saling percaya
ü Salam terapeutik
ü Perkenalan diri
ü Jelaskan tujuan interaksi
ü Ciptakan lingkungan yang tenang
ü Buat kontrak yang jelas pada
setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.
2. 2. Klien dapat
mengenal halusinasinya
a. Lakukan kontak sering dan singkat
b. Obeservasi tingkah laku klien
terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang
kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.
c. Bantu klien untuk mengenal
halusinasinya;
ü Bila klien menjawab ada,
lanjutkan; apa yang dikatakan ?
ü Katakan bahwa perawat percaya
klien mendengarnya.
ü Katakan bahwa klien lain juga ada
yang seperti klien.
ü Katakan bahwa perawatan akan
membantu klien.
d. Diskusikan dengan klien tentang
ü Situasi yang dapat menimbulkan /
tidak menimbulkan halusinasi.
ü Waktu dan frekuensi terjadinya
halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel /
sedih).
e. Diskusikan dengan klien tentang
apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang)
dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.
3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a. Identifikasi bersama klien cara /
tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan
diri)
b. Diskusikan manfaat cara yang
digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.
c. Diskusi cara baru untuk memutus /
mengontrol timbulnya halusinasi :
ü Katakan “saya tidak mau dengan
kamu” (pada halusinasi).
ü Menemui orang lain (perawat /
teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinaasinya.
ü Membuat jadwal kegiatan sehari –
hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
ü Meminta orang lain (perawat /
teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.
d. Bantu klien memilih dan melatih
cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e. Berikan kesempatan untuk melakukan
cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.
f. Anjurkan klien untuk mengikuti
terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).
4.
Klien dapat dukungan keluarga dalam
mengotrol halusinasinya :
a. Anjurkan klien memberitahu
keluarga bila mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada
saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
b. Gejala halusinasinya yang dialami
klien
c. Cara yang dapat dilakukan klien
dan ke-luarga untuk memutus halusinasi
d. Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
berpergian bersama
e. Berikan informasi waktu follow up
atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko
mencederai orang lain
|
1.
Hubungan
saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan
klien
2.
Ungkapan
perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3.
Empati
perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
1. Untuk
mengurangi kontak klien dengan halusinasinya.
2. Sering memantau tingkah laku klien dengan menceritakan
apa yang di dengar
3. Membantu untuk mengenal halusinasi dengan menanyakan
halusinasi yang di dengar dan yang dilihat
4. Menjelaskan kepada klien yang dapat menimbulkan
halusinasi dan menyuruh klien menjelaskan kapan dan frekuensi terjadinya
halusinasi
5. Klien menceritakan apa yang dirasakan saat halusinani
muncul
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang
positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
4. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai
kehendak dan kemampuannya.
5. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
6. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
1. Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2. Mencari data awal untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
3. Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4. Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi
dan cara merawat klien.
5. Pujian untuk menghargai keluarga.
|
IMPLEMENTASI
Diagnose Keperawatan
|
Hari/Tanggal
|
Implementasi
|
Gangguan persepsi
sensori / halusinasi
|
Jumat, 23 November
2012
|
1.
Klien dapat melakukan
hubungan terapeutik dengan perawat
2.
Klien dapat
berkomunikasi dan menerima kehadiran perawat
3.
Klien dapat
menceritakan dan mengontrol gangguan halusinasi
4.
Klien dapat
menggunakan obat sesuai dengan halusinasinya.
5.
Klien mendapatkan
dukungan dari keluarga.
6.
Klien dapat melakukan
perawatan diri dari gangguan halusinasi.
|
EVALUASI
Hari / Tanggal
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Evaluasi
|
Jum’at, 23 November
2012
|
Gangguan persepsi
sensori / halusinasi
|
S: Pasien berteriak-teriak
akan membunuh seseorang yang katanya bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga
merasa tidak ada orang asing yang bersembunyi di rumahnya
O: Seorang pria usia 32 tahun, 3 hari yang
lalu di bawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose medis axis 1 : F20,
riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak berbicara sendiri,
dan bersikap menyerang jika di dekati . dan penghitungan skore kategori
pasien jiwa di peroleh : 129.
A: perawatan gangguan halusinasi terpenuhi.
P: Mengajarkan pasien cara mengontrol dan mengendalikan
halusinasi.
|
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Gangguan
psikotik adalah penyakit kejiwaan yang parah karena ditingkatan ini penderita
tidak lagi sadar akan dirinya. Pada penderita psikotik umumnya ditemukan
ciri-ciri:
a. Mengalami
disorganisasi proses pikiran
b. Gangguan
emosional
c. Disertai
dengan halusinasi dan delusi
Psikotik
bisa muncul dalam beberapa bentuk:
-
Schizophrenia, ditandai
dengan kemunduran atau kemurungan kepribadian
-
Paranoia, gila
kebesaran atau merasa lebih dari segalanya
-
Maniac, depresive
psychosis, perasaan gembira yang mendadak bisa berubah sebaliknya menjadi sedih
Dari
uraian tersebut diatas dapat diketahui bahwa gejala-gejala psikotik yang
diderita pada subyek antara lain:tampak bicara sendiri, menyerang jika
didekati, dan berteriak teriak akan membunuh seseorang yang bersembunyi dirumahnya.
Gangguan ini telah diderita subyek sejak 2 tahun yang lalu.
2. Saran
Bagi
penulis, untuk lebih banyak lagi membaca referensi-referensi terutama referensi
terbaru terkait dengan tema dan judul yang dibahas agar banyak hal-hal yang
diperoleh dan dapat ditulis, pengetahuan juga semakin luas.
Daftar Pustaka
Hamid, Achir Yani Syuhaimie;2000;Aspek Spiritual Dalam Keperawatan;Jakarta:Widya
Medikal
Sheila L. Videbeck;2008;Buku Ajar Keperawatan Jiwa;Jakarta:EGC
Stuart,Gail W;2006;Buku Saku Keperawatan Jiwa;Jakarta:EGC
Townsend,MaryC.;1998;Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan Psikiatri;Jakarta:EGC