MAKALAH
TUTOR KEPERAWATAN DEWASA II
”HIV/AIDS”
KELAS B SEMESTER 4
Nama
Kelompok B 3:
1. Isnaini fitra utami ( 201110201101) 8. Mei Sapita Tri A ( 201110201109)
2. Kurnia Sari (201110201102) 9. Nanda Septiani A (201110201110)
3. Lailatul Hasanah (201110201103) 10.
Nida Hidayati (201110201111)
4. Laili Najla (201110201105) 11. Nindy Sakina G (201110201112)
5. Lia Fitari (2011102011106) 12. Nita Komala Sari (201110201113)
6. Lita Suarni(201110201107) 13. Nofia putri Handayani (201110201114)
7. M.Fatir siddik (201110201108)
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2012/2013
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi
kekuatan dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana,
dimana makalah ini membahas tentang “HIV/AIDS”
dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya
tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit HIV/AIDS.
Makalah
ini penulis susun guna memenuhi tugas semester IV pada mata kuliah Tutor Keperawatan
Dewasa II
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat
baca dan belajar teman-teman.selain itu kami juga berharap semua dapat
mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu
individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat minim,sehing saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih
kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
15 Mei 2013
Penyusun
Daftar Isi
HALAMAN JUDUL
....................................................................................i
KATA PENGANTAR
.................................................................................ii
DAFTAR ISI
...............................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
........................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah ...................................................................................3
C.
Tujuan...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi...................................................................................................4
B.
Etiologi
...................................................................................................5
C.
Gejala klinis Kriteria Diagnosa…….........................................................6
D. Patofisiologi ..........................................................................................7
E.
Pathway ……….....................................................................................9
F.
Cara penularan HIV..........................................................................................10
G. Manifestasi
Klinik………………………..
................................................11
H. Komplikasi……………............................................................................12
I.
Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………..13
J.
Tatalaksana HIV…………………………………………………………….14
K. Peran
Perawat……………………………………………………………….16
BAB III
A.
Askep ………………….........................................................................18
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan ...........................................................................................22
B.
Saran
.....................................................................................................22
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun
1981 di Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus
(HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan
tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. penyakit ini
merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di beberapa negara
dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka
moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah
timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi
melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari
12.000 orang dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400
kasus di Francis dan sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika.
Pada pertengahan tahun 1988, sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan
diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan
lebih dari setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di
monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru ini dari
United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991,
banyaknya kasus AIDS secara keseluruhan di Amerika Serikat diperkirakan akan
meningkat paling sedikit menjadi 270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah
diperkirakan, bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis dan 54.000 kematian
yang berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai
perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa perang di
Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode
Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air
telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di
Indonesia dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama
pada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika
ditambah dengan stres psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien
terinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan
angka kematian. Menurut Ross (1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat
menimbulkan kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta
mempercepat terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan
menurun secara signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan anti-HIV. Penurunan
tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV
memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat
pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas
(CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan
factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut
konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic
berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF
memacu pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic
hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan
kortisol. Kortisol ini bersifat
immunosuppressive terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang
dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol
dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system imun (Apasou dan
Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1 (CD4); sel
plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan
penting dalam pengelolaan stress, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan
koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya.
Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social berupa
dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman
Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam
penerapan teknologi ini adalah model asuhan keperawatan. Pendekatan yang
digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang bertujuan untuk mempercepat
respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respon imun (Ader,
1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social
(Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat
variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru
untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan
keperawatan yang berdasarkan pada paradigma psikoneuroimunologi terhadap pasien
HIV (Nursalam, 2005).
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah
pengertian dari HIV/AIDS ?
2.
Bagaimana
patofisiologi virus HIV ?
3.
Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang
dalam penanganan penularan virus HIV/AIDS ?
C. Tujuan
1.
Mengetahui pengertian HIV/AIDS serta memahami
bahayanya.
2.
Mengetahui dan memahami patofisiologi virus HIV.
3.
Mengetahui Pathway virus HIV.
4.
Mengetahui dan mendeskripsikan manifestasi klinik dan
pemeriksaan penunjang dalam menangani penularan virus HIV/AIDS.
5.
Mengetahui Peran perawat pada pasien HIV.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
AIDS
(Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat
menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi
Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah
Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan bibit
penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T).
(Tambayong, J:2000)
AIDS adalah
penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang
disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana
kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama
perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah
penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat
mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus
tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari
pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit
akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh
retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti
bakteri, jamur, parasit dan virus.
Siklus
Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek, hal ini berarti HIV secara terus-menerus
menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus
dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel
dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan.
Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan
kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, dimana
replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :
· Masuk dan
mengikat
· Reverse transkripstase
· Replikasi
· Budding
· Maturasi
B.
Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV)
atau human T-cell leukemia virus 111
(HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus
(retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis,
sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya.
Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah
penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus
tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas hiv-1 DAN hiv-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua
untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes. Virus
AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah
putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4
(CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara
progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi
sekunder atau oportunistik oleh kuman, jamur, virus dan parasit serta
neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan
berada dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan
reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu
antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat
menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita
tetap akan merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat
menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang
terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali
tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung
dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown (Pustekkom, 2005).
C. Gejala
klinis dan kriteria diagnosis
Gejala penderita AIDS dapat ringan sampai berat.
Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV.
Dibagi sebagai berikut:
A.
Tingkat klinis 1 (asimptomatik / Limfadenopati
Generalisata Persisten (LGP)).
1.
Tanpa gejala sama sel
2.
LGP
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan
aktivitas normal.
B.
Tingkat klinis 2 (dini)
1.
Penurunan berat badan kurang dari 10%.
2.
Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya
delmatitis seboroid, prurigo, onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan
keilitis angularis.
3.
Helpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
4.
Infeksi saluran bagian atas berulang, misalnya
sinositi
Pada tingkat ini penderita sudah menunjukkan gejala,
tetapi aktivitas tetap normal.
C.
Tingkat klinis 3 (menengah)
1.
Penurunan berat badan lebih dari 10 %.
2.
Diare kronik
lebih dari 1 bulan, tanpa diketahui sebabnya.
3.
Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari
1 bulan, hilang timbul maupun terus menerus.
4.
Kandidosis
mulut.
5.
Bercak putih
berambut di mulut (Hairy Leukoplakia).
6.
Tuberkulosis paru setahun terakhir.
7.
Infeksi
bakterial berat, misalnya Pneumonia.
D.
Tingkat klinis 4 (lanjut)
1.
Badan menjadi kurus.
2.
Pnemonia Pneumocystis carinii.
3.
Toksoplasmosis.
4.
Kriptokokosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
5.
Kriptokokosis di luar paru.
6.
Infeksi
sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limfa, hati atau kelenjar getahn bening.
7.
Infeksi virus herpes simpleks di mukokutans lebih dari
1 bulan atau di alat dalam(viseral) lamanya tidak dibatasi.
8.
Mikosis apa
saja (misalnya histoplasmosis, koksidiomikosis) yang endemik, yang menyerang
banyak organ tubuh (diseminata).
9.
Kandidosis esofagus, trakea, bronkus / paru.
10. Mikobakteriosis atipik diseminata.
11. Septikemia
salmonella non tifoid.
12. Tuberkulosis
di luar paru.
13. Limfoma.
14. Sarkoma
kaposi.
15. Ensefalopati HIV, yaitu gangguan kognitif atau
motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa
minggu atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab lain kecuali HIV.
D.
Patofisiologi
Virus HIV/AIDS
HIV bukan
merupakan suatu virus , HIV terdiri dari banyak virus meliputi hiv -1 hiv-2, dan beberapa subgroup dan kelas dengan factor
distribusi geografis dan virulensi yang berbeda.
Infeksi
HIV melibatkan perlengketan envelope
virus ke sel target(Makrofak dan limfosit CD4) melalui serangkaian tahap
komplek yang memerlukan interaksi banyak
virus dan reseptor sel pejamu dan kemokin. 3 enzim penting di beri kode oleh
RNA virus dan meliputi reverse transcriptase, integrase, dan protease.
Aktifitas
tiap enzim tersebut di perlukan untuk reproduksi virus di dalam sel pejamu. Replikasi
HIV terjadi dengan kecepan yang luar biasa,dan di sertai dengan banyak sekali
mutasi. Mutasi tersebut dapat menyebabkan peningkatan virulensi dan resistensi
obat. Pembunuhan denga system imun
tergantung pada imunitas seluler yang dimediasi oleh sel CD8 yang menghancurkan
sel CD4 terinfeksi. HIV cendrung bergeser system imun dari polasitokin TH1 yang
meningkatkan imunitas seluler k pola TH2 imunitas humolar. Imunitas humolar kurang efektif dalam
pembunuhan HIV. Imunodefisiensi terjadi ketika pembunuhan sel CD4 terinfeksi
lebih besar dari penggantian dengan sel sehat oleh sum sum tulang,dan ketika
limfonodi pecah dan melepas ban virus. Ketika kadar CD4 jatuh sampe dibawah 200/ml dan beban
virus meningkat, terjadilah infeksi oportunestik yang menyebabkan morbiditas
dan mortanitas yang sangat tinggi.
E.
Cara
penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1)
Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa
perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air
mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis,
dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke
aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro
pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk
ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2)
Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01%
sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS,
kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala
AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal
atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi
maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).
3)
Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah
dan menyebar ke seluruh tubuh.
4)
Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenakulum dan alat-alat lain
yang darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung di
gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan
HIV.(PELKESI,1995)
5)
Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang,
membuat tato,memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat
tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.
6)
Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun
yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat
berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara
bersama-sama juga mengguna tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos
obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk,
sapu tangan, toilet yang di pakai secara bersama-sama, berpelukan di pipi, berjabat
tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan
social yang lain.
F. Pathways HIV
HIV masuk ke dalam
tubuh manusia
Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CO4
(Limfosit T4,
Monosit, Sel dendrit, Sel Lengerhans)
Mengikat molekul CO4
Memiliki sel target dan
memproduksi virus
Sel limfose T4 hancur
Imunitas tubuh menurun
infeksi opurtunistik
sistem
pencernaan
Infeksi jamur peristaltik
Diare kronik
Cairan output
Kekurangan
Cairan
Gangguan
Eliminasi
G.
Manifestasi
Klinis
Gejala dini
yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa
sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan
lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik,
kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase
infeksi HIV yaitu :
1.
Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase
pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi
gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah
bening.
2.
Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi
pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu
malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh
jamur kandida di mulut.
3.
AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah
menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai
jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini
penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat
dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu
tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4.
Full Blown AIDS.
Pada fase
ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap
infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik,
sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik,
gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya.
Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum
waktunya.
H.
Komplikasi
a.
Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek,
sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus
(HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
b.
Neurologik
1.
kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
2.
Enselophaty
akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan
elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise,
demam, paralise, total / parsial.
3.
Infark serebral
kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
4.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan
Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c.
Gastrointestinal
1.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat
flora normal, limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan
efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi,
obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,
demam atritis.
3.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan
inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d.
Respirasi
Infeksi
karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus,
dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan,
dan gagal nafas.
e.
Dermatologik
Lesi kulit
stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi skunder dan sepsis.
f.
Sensorik
·
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek
kebutaan
·
Pendengaran : otitis eksternal akut
dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.
I. Pemeriksaan Penunjang
1.
Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap
antigen virus structural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang
terjadi.
2.
Untuk transmisi
vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV negative),
serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada
amflikasi asam nukleat.
3.
Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa
secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum pengobatan
menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan pascapengobatan (didefinisikan
sebagai VL <50 kopi/mL). Menghitung CD4 menetukan kemungkinan komplikasi,
dan menghitung CD4 >200 sel/mm3 menggambarkan resiko yang
terbatas.
4. ELISA (Enzyme-Linked
ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV
dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini
memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5. WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan
sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit,
mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6.
PCR (polymerase
Chain Reaction), digunakan untuk :
a) Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada
pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan
menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat
kekbalan itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan
mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi
tersebut. (catatan : HIV sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan
HIV-nya sendiri).
b) Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif
pada kelompok berisiko tinggi.
c) Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d) Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai
sensitivitas rendah untuk HIV-2.
7. Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok
berisiko, dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
8. Pemeriksaan dengan rapid
test (dipstick).
J. Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS,
jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk
mencegah terpaparnya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan
:
1.
Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin
dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah
hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3.
Menggunakan pelindung jika berhubungan
dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.
Tidak bertukar
jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya.
5.
Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :
1.
Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,
mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis.
Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan
komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
2.
Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk
penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat
replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3.
Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang
meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus /
memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.
Didanosine
b.
Ribavirin
c.
Diedoxycytidine
d.
Recombinant CD
4 dapat larut
4.
Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin
dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan
kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat
terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan
obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat
mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus
(HIV).
Mengapa
penyakit HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan?
HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan pada awal tahun 80an,
telah banyak merenggut nyawa. Berbagai upaya dilakukan untuk memberantas
penyakit ini. Mulai dari pengembangan vaksin, pencarian obat, sampai kampanye
untuk melakukan hubungan seks yang sehat. Tetapi, bukannya semakin berkurang
atau lenyap, penyakit ini malahan terus menyebar hampir ke seluruh pelosok bumi
dan menebar teror kematian.
Salah satu sifat HIV yang membuatnya sangat sulit diberantas
(bahkan ada yang mengatakannya mustahil) adalah kemampuannya untuk masuk ke
dalam untai DNA manusia dan menyembunyikan kode DNAnya di sana. Fase ini
disebut fase laten. Baru setelah keadaan menguntungkan, kode DNA virus yang
menyatu dengan kode DNA manusia akan aktif membuat virus baru. Fase ini disebut
fase replikasi.
Obat-obat HIV yang ada saat ini hanya bertujuan membunuh
virus yang aktif bereplikasi. Oleh karena itu, obat tersebut tidak pernah tuntas
membunuh semua virus yang bercokol di dalam tubuh.
K. Peran Perawat
Stres
psikososial-spiritual pasien terinfeksi HIV berlanjut, akan mempercepat kejadian AIDS dan bahkan meningkatkan angka
kematian. Menurut Ross (1997) jika stres mencapai tingkat exhausted stage dapat menimbulkan kegagalan fungsi sistem
imun, yang memperparah keadaan pasien dan mempercepat kejadian AIDS. Modulasi respons imun akan menurun secara signifikan, seperti aktivitas
APC (makrofag); Th1 (CD4); IFN; IL-2; Imunoglobulin A, G, E
dan Anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4
hingga mencapai 180 cells/L per tahun . Pada umumnya penanganan pasien HIV
memerlukan tindakan yang hampir sama, namun dari fakta klinis sewaktu pasien
kontrol ke rumah sakit menunjukkan ada perbedaan respons imunitas (CD4 )
Perawat
merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada pengelolaan stres khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien
dapat beradaptasi dengan sakitnya dan pemberian dukungan sosial, berupa
dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman
& Lazarus, 1988). Salah satu metoda yang digunakan dalam penerapan
teknologi ini adalah menerapkan model
Asuhan Keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan
dukungan sosial yang bertujuan untuk
mempercepat respons adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi
respons imun (Ader, 1991; Setyawan, 1996; Putra, 1999; ) respons psikologis, dan respons sosial
(Steward, 1997). Dengan demikian
penelitian bidang imunologi dengan 4
variabel dapat membuka nuansa
baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan
keperawatan yang berdasar pada paradigma psikoneuroimunologi terhadap pasien
terinfeksi HIV (Nursalam, 2005).
BAB III
ASKEP
Kasus
Klien datang memeriksakan diri ke RS
mengalami diare sejak 1 bulan yang lalu, malam keringat dingin dan kadang demam
serta tubuh lemah. Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebabnya
tidak di ketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan usaha
yang dilakukan adalah diam. Pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali
batuk dan pilek. Sejak 12 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan
cara suntik. Klien juga punya riwayat melakukan hubungan sex bebas dengan warga
asing dan terahir dengan warga Belanda. Sejak 1 bulan yang lalu klien
menceret-menceret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang lalu menceretnya makin
keras dan tak terkontrol. Klien datang memeriksakan diri ke UGD RS X dan
selanjutnya di rawat di Ruang Perawat.
A.
PENGKAJIAN
Tanggal
Pengkajian 12 Mei 2013
1. Pengumpulan
data
a. Identitas
Nama :
Umur :
Pendidikan
:
Pekerjaan :
Marital :
Jenis Kelamin :
b. Keluhan
Utama.
Pasien mengatakan demam dan diare terus menerus
c. Riwayat
Kesehatan
1) Riwayat
Penyakit sekarang.
Pasien mengkonsumsi putaw dengan cara suntik dan
diare kurang lebih 3-5x/hari. Sejak 15 hari yang lalu menceret keras dan tak
terkontrol . Klien datang memeriksa ke UGD RS X dan selanjutnya Dirawat di
Ruang Perawatan
2) Riwayat
Penyakit Keluarga.
3) Riwayat Penyakit Dahulu.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah sakit
serius kecuali batuk dan pilek
d. Pemeriksaan
fisik dan keluhan.
e. Pola
Fungsi Kesehatan.
1) Pola
Persepsi dan Tatalaksana hidup Sehat.
Penderita sebelum sakit mengatakan memeiliki
kebiasaan mengkonsumsi obat putaw dengan cara suntik
2) Pola Eliminasi.
Sebelum masuk RS pasie BAB 3-5 kali/hari tiap pagi
dengan menceret makin keras dan tak terkontrol
3) Pola
Sensori Kognitif
2. Analisa
Data.
Dari pengkajian diatas kemudian dikelompokkan
sehingga didapatkan suatu masalah sebagai berikut:
Tangga 12 mei 2013
Kelompok Data Pertama
a. Data Subyektif
-
Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan.
-
Pasien mengatakan malam keringat dingin.
-
Pasien mengatakan demam serta tubuh
terasa lemah.
b. Data
Obyektif
-
BAB frekuensi 3-5 kali/hari menceret
makin keras dan tak terkontrol.
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Diare
berhubungan dengan infeksi Gastro Intestinal
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan output yang berlebihan ditandai dengan BAB 5x/Hari.
Data
|
Masalah
Keperawatan
|
DS:
-
Pasien mengatakan diare sejak 1
bulan.
-
Pasien mengatakan malam keringat
dingin.
DO:
1. BAB
frekuensi 3-5 kali/hari menceret makin kerasa dan tak terkontrol.
|
-
Diare berhubungan dengan infeksi
Gastro Intestinal
|
NCP
Dx
|
Tujuan
|
Perencanaan
|
Rasional
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
Diare
b/d Infeksi Gastro Intestinal
|
Setelah
di lakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dengan kriteria hasil :
-
Menceret berkurang
-
mengnontrol diare, feses lunak dan normal
|
1. Hilangkan
makanan yang potensial menyebabkan diare
2. Kaji
konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah.
3. Pantau adanya infeksi : demam, batuk, nafas pendek,
4. Awasi
pembuangan jarum suntik dan pantau secara ketat dengan menggunakan wadah
tersendiri.
|
1. Meningkatkan asupan nutrisi secara
adekuat.
2. Mendeteksi
adanya darah dalam feses
3. Memberikan informasi data dasar,
peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi.
4. Deteksi dini terhadap infeksi
penting untuk melakukan tindakan segera.
|
1. Memonitor
intake dan output.
2. Mengkaji
tanda-tanda dehidrasi : turgor menurun, membran mkosa kering, urine output
menurun.
3. Memantau
TTV pasien.
4. Menganjurkan
isteri pasien menggunakan metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen
lainnya : mencuci tangan setelah menyentuh pasien, hindari kontak langsung.
|
S: Pasien mengatakan diare sudah berkurang
O: Pasien tampak lemas, demam. Diare masih
3-5x/Hari
A:
Masalah belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi.
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
HIV adalah suatu virus yang hidup dalam tubuh manusia, dan dapat
menyebabkan timbulnya AIDS, yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia,
sehingga tubuh mudah terserang penyakit dan akhirnya meninggal. Penggunaan
narkotika suntikan, Homoseks, Biseks, maupun seks bebas adalah salah satu
penyebab terjadinya penyebaran HIV/AIDS secara cepat. Adapun gejala-gejala
penderita AIDS, yaitu : demam berkepanjangan, batuk dan sariawan yang terus
menerus, berat badan menurun drastis, dan sebagainya, yang akan diakhiri dengan
kematian. Oleh karena itu, kita harus melakukan pencegahan sedini mungkin,
misalnya: tidak melakukan hubungan seksual secara bebas, menghindari penggunaan
suntikkan narkoba, dan sebagainya.
Masalah HIV/AIDS ini tidak tentu akan
menyebar luas apabila dilakukan pencegahan sedini munkin, apalagi jika ada
partisipasi dari semua pihak, dan memegang teguh ajaran agama.
B.
SARAN
1.
Hendaknya kita selalu mendekatkan diri kepada Tuhan
Yang Maha Esa, dan berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa
menyebabkan AIDS.
2.
Jangan melakukan hubungan seksual diluar nikah
(berzinah), dan jangan berganti-ganti pasangan seksual.
3.
Apabila berobat dengan menggunakan alat
suntik, maka pastikan dulu apakah alat suntik itu steril atau tidak.
4.
Apabila melakukan tranfusi darah, terlebih
dahulu periksakan apakah tranfusi darah itu bebas dari virus HIV.
5.
Bagi para generasi muda, jauhilah
obat-obatan terlarang terutama narkotika melalui alat suntik, alat-alat tato,
anting tindik, dan semacamnya yang bisa saja menularkan AIDS, karena alat-alat
seperti itu tidak ada gunanya. Dan hindarkan diri dari pergaulan bebas yang
bersifat negatif.
6.
Orang yang mengetahui dirinya telah terinfeksi virus
AIDS hendaknya menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual, agar
virus AIDS tidak menular pada pasangan seksualnya.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta:
Erlangga Medical Series
-
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan
Kesehatan. Bandung: Erlangga
-
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara
-
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
-
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga
Medical Series
Tidak ada komentar:
Posting Komentar