Sabtu, 08 Juni 2013

Makalah HIV



MAKALAH
TUTOR KEPERAWATAN DEWASA II
 ”HIV/AIDS”

KELAS B SEMESTER 4
Nama Kelompok B 3:
1. Isnaini fitra utami ( 201110201101)           8. Mei Sapita Tri A ( 201110201109)
2. Kurnia Sari (201110201102)                       9. Nanda Septiani A (201110201110)
3. Lailatul Hasanah (201110201103)             10. Nida Hidayati (201110201111)
4. Laili Najla (201110201105)                        11. Nindy Sakina G (201110201112)
5. Lia Fitari (2011102011106)                        12. Nita Komala Sari (201110201113)
6. Lita Suarni(201110201107)                        13. Nofia putri Handayani (201110201114)
7. M.Fatir siddik (201110201108)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
AISYIYAH YOGYAKARTA
2012/2013

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr, wb
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan dan kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana makalah ini membahas tentang “HIV/AIDS” dan kiranya makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya dari penyakit HIV/AIDS.
Makalah ini penulis susun guna memenuhi tugas semester IV pada mata kuliah Tutor Keperawatan Dewasa II
Dengan adanya makalah ini,mudah-mudahan dapat membantu meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman.selain itu kami juga berharap semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih sangat  minim,sehing saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak masih kami harapkan demi perbaikan laporan ini. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.





15 Mei 2013

                                                                                                      Penyusun


Daftar Isi

HALAMAN JUDUL ....................................................................................i
KATA PENGANTAR .................................................................................ii
DAFTAR ISI ...............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN         
A.  Latar Belakang ........................................................................................1
B.   Rumusan Masalah ...................................................................................3
C.   Tujuan...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN          
A.  Definisi...................................................................................................4
B.   Etiologi ...................................................................................................5
C.   Gejala klinis Kriteria Diagnosa…….........................................................6
D.  Patofisiologi ..........................................................................................7
E.   Pathway ……….....................................................................................9
F.    Cara penularan HIV..........................................................................................10
G.  Manifestasi Klinik……………………….. ................................................11
H.  Komplikasi……………............................................................................12
I.     Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………..13
J.     Tatalaksana HIV…………………………………………………………….14
K.  Peran Perawat……………………………………………………………….16
BAB III
A.    Askep ………………….........................................................................18
BAB IV PENUTUP
A.    Kesimpulan ...........................................................................................22
B.     Saran .....................................................................................................22

Daftar Pustaka 

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada tahun 1981 di Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan Barre-Sinoussi melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka lebih dari 12.000 orang dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika Serikat, 400 kasus di Francis dan sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988, sebanyak lebih dari 60.000 kasus yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika Serikat telah dilaporkan pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru ini dari United States Public Health Service menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991, banyaknya kasus AIDS secara keseluruhan di Amerika Serikat diperkirakan akan meningkat paling sedikit menjadi 270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan, bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis dan 54.000 kematian yang berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa perang di Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada periode Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di tanah air telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan disekeliling penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya. Jika ditambah dengan stres psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada pasien terinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997), jika stress mencapai tahap kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan kegagalan fungsi system imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya AIDS. Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis, stimulusnya akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks adrenal agar menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive terutama pada sel zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat menekan system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC (makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV (Ader,2001).
Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman Dan Lazarus, 1988).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah model asuhan keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan social yang bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan, 1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social (Steward, 1997). Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada paradigma psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2005).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah  pengertian dari HIV/AIDS ?
2.       Bagaimana patofisiologi virus HIV ?
3.      Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam penanganan penularan virus HIV/AIDS ?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian HIV/AIDS serta memahami bahayanya.
2.      Mengetahui dan memahami patofisiologi virus HIV.
3.      Mengetahui Pathway virus HIV.
4.      Mengetahui dan mendeskripsikan manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam menangani penularan virus HIV/AIDS.
5.      Mengetahui Peran perawat pada pasien HIV.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi
AIDS (Acquired immunodeficiency syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency virus (HIV). (Mansjoer, 2000:162)
AIDS adalah Runtuhnya benteng pertahanan tubuh yaitu system kekebalan alamiah melawan bibit penyakit runtuh oleh virus HIV, yaitu dengan hancurnya sel limfosit T (sel-T). (Tambayong, J:2000)
AIDS adalah penyakit yang berat yang ditandai oleh kerusakan imunitas seluler yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) atau penyakit fatal secara keseluruhan dimana kebanyakan pasien memerlukan perawatan medis dan keperawatan canggih selama perjalanan penyakit. (Carolyn, M.H.1996:601)
AIDS adalah penyakit defisiensi imunitas seluler akibat kehilangan kekebalan yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu yang bersifat oportunistik. ( FKUI, 1993 : 354)
Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh secara bertahap yang disebabkan oleh retrovirus (HIV) yang dapat mempermudah terkena berbagai infeksi seperti bakteri, jamur, parasit dan virus.
Siklus Hidup  HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek,  hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :
·         Masuk dan mengikat
·         Reverse transkripstase
·         Replikasi
·         Budding
·         Maturasi

B.     Etiologi
HIV ialah retrovirus yang di sebut lymphadenopathy Associated virus (LAV) atau human T-cell leukemia virus 111  (HTLV-111) yang juga di sebut human T-cell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan di afrika tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam darahnya mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas hiv-1 DAN hiv-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes. Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk merusak sel darah putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah limposit T-helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh kuman, jamur, virus dan parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV,  yang agaknya tidak dapat menetralisasi virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown  (Pustekkom, 2005).


C.    Gejala klinis dan kriteria diagnosis
Gejala penderita AIDS dapat ringan sampai berat. Pembagian tingkat klinis penyakit infeksi HIV.
Dibagi sebagai berikut:                                                                    
A.    Tingkat klinis 1 (asimptomatik / Limfadenopati Generalisata Persisten (LGP)).
1.      Tanpa gejala sama sel
2.      LGP
Pada tingkat ini penderita belum mengalami kelainan dan dapat melakukan aktivitas normal.
B.     Tingkat klinis 2 (dini)
1.      Penurunan berat badan kurang dari 10%.
2.      Kelainan mulut dan kulit yang ringan, misalnya delmatitis seboroid, prurigo, onikomikosis, ulkus pada mulut yang berulang dan keilitis angularis.
3.      Helpes zoster yang timbul pada 5 tahun terakhir.
4.      Infeksi saluran bagian atas berulang, misalnya sinositi
Pada tingkat ini penderita sudah menunjukkan gejala, tetapi aktivitas tetap normal.
C.     Tingkat klinis 3 (menengah)
1.      Penurunan berat badan lebih dari 10 %.
2.       Diare kronik lebih dari 1 bulan, tanpa diketahui sebabnya.
3.      Demam yang tidak diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang timbul maupun terus menerus.
4.       Kandidosis mulut.
5.       Bercak putih berambut di mulut (Hairy Leukoplakia).
6.      Tuberkulosis paru setahun terakhir.
7.       Infeksi bakterial berat, misalnya Pneumonia.




D.    Tingkat klinis 4 (lanjut)
1.      Badan menjadi kurus.
2.      Pnemonia Pneumocystis carinii.
3.      Toksoplasmosis.
4.      Kriptokokosis dengan diare lebih dari 1 bulan.
5.      Kriptokokosis di luar paru.
6.       Infeksi sitomegalo virus pada organ tubuh kecuali di limfa, hati atau kelenjar getahn bening.
7.      Infeksi virus herpes simpleks di mukokutans lebih dari 1 bulan atau di alat dalam(viseral) lamanya tidak dibatasi.
8.       Mikosis apa saja (misalnya histoplasmosis, koksidiomikosis) yang endemik, yang menyerang banyak organ tubuh (diseminata).
9.      Kandidosis esofagus, trakea, bronkus / paru.
10.   Mikobakteriosis atipik diseminata.
11.  Septikemia salmonella non tifoid.
12.  Tuberkulosis di luar paru.
13.   Limfoma.
14.  Sarkoma kaposi.
15.   Ensefalopati HIV, yaitu gangguan kognitif atau motorik yang mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif sesudah beberapa minggu atau bulan, tanpa dapat ditemukan penyebab lain kecuali HIV.

D.    Patofisiologi Virus HIV/AIDS
HIV bukan merupakan suatu virus , HIV terdiri dari banyak virus meliputi hiv -1 hiv-2,   dan beberapa subgroup dan kelas dengan factor distribusi geografis dan virulensi yang berbeda.
Infeksi HIV melibatkan perlengketan  envelope virus ke sel target(Makrofak dan limfosit CD4) melalui serangkaian tahap komplek  yang memerlukan interaksi banyak virus dan reseptor sel pejamu dan kemokin. 3 enzim penting di beri kode oleh RNA virus dan meliputi reverse transcriptase, integrase, dan protease.
Aktifitas tiap enzim tersebut di perlukan untuk reproduksi virus di dalam sel pejamu. Replikasi HIV terjadi dengan kecepan yang luar biasa,dan di sertai dengan banyak sekali mutasi. Mutasi tersebut dapat menyebabkan peningkatan virulensi dan resistensi obat.  Pembunuhan denga system imun tergantung pada imunitas seluler yang dimediasi oleh sel CD8 yang menghancurkan sel CD4 terinfeksi. HIV cendrung bergeser system imun dari polasitokin TH1 yang meningkatkan imunitas seluler k pola TH2 imunitas humolar.  Imunitas humolar kurang efektif dalam pembunuhan HIV. Imunodefisiensi terjadi ketika pembunuhan sel CD4 terinfeksi lebih besar dari penggantian dengan sel sehat oleh sum sum tulang,dan ketika limfonodi pecah dan melepas ban virus. Ketika kadar  CD4 jatuh sampe dibawah 200/ml dan beban virus meningkat, terjadilah infeksi oportunestik yang menyebabkan morbiditas dan mortanitas yang sangat tinggi.

E.     Cara penularan HIV/AIDS
Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :
1)      Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2)      Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan (Lily V, 2004).

3)      Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
4)      Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum, tenakulum dan alat-alat lain yang darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung di gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.(PELKESI,1995)
5)      Alat-alat untuk menoleh kulit
Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato,memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.
6)      Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara bersama-sama juga mengguna tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang di pakai secara bersama-sama, berpelukan di pipi, berjabat tangan, hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk, dan hubungan social yang lain.












F.     Pathways HIV

HIV masuk ke dalam tubuh manusia
Menginfeksi sel yang mempunyai molekul CO4
(Limfosit T4, Monosit,  Sel dendrit, Sel Lengerhans)

Mengikat molekul CO4

Memiliki sel target dan memproduksi virus

Sel limfose T4 hancur

Imunitas tubuh menurun

                          infeksi opurtunistik

                                 sistem pencernaan
                      Infeksi jamur                    peristaltik

Diare kronik

Cairan output

Kekurangan Cairan
Gangguan Eliminasi





G.    Manifestasi Klinis
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
1.      Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
2.      Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3.      AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
4.      Full Blown AIDS.
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.





H.    Komplikasi
a.       Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b.      Neurologik
1.      kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
2.       Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
3.       Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
4.      Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)
c.       Gastrointestinal
1.      Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma   Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2.      Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.
3.      Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d.      Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.

e.       Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi skunder dan sepsis.
f.       Sensorik
·         Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
·           Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri.

I.       Pemeriksaan Penunjang
1.      Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen virus structural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2.       Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3.        Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4 diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). Menghitung CD4 menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200 sel/mm3 menggambarkan resiko yang terbatas.
4.    ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
5.     WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6.       PCR (polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :
a)      Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat kekbalan itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi tersebut. (catatan : HIV sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIV-nya sendiri).
b)      Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi.
c)       Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d)     Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV-2.
7.    Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
8.      Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).

J.      Tata Laksana HIV
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpaparnya Human Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1.      Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang tidak terinfeksi.
2.      Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi.
3.         Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.       Tidak bertukar jarum suntik, jarum tato, dan sebagainya.
5.      Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.
Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya yaitu :
1.      Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
2.      Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
3.      Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
a.       Didanosine
b.       Ribavirin
c.         Diedoxycytidine
d.       Recombinant CD 4 dapat larut

4.      Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
5.      Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi imun.
6.      Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Mengapa penyakit HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan?
HIV/AIDS sejak pertama kali ditemukan pada awal tahun 80an, telah banyak merenggut nyawa. Berbagai upaya dilakukan untuk memberantas penyakit ini. Mulai dari pengembangan vaksin, pencarian obat, sampai kampanye untuk melakukan hubungan seks yang sehat. Tetapi, bukannya semakin berkurang atau lenyap, penyakit ini malahan terus menyebar hampir ke seluruh pelosok bumi dan menebar teror kematian.
Salah satu sifat HIV yang membuatnya sangat sulit diberantas (bahkan ada yang mengatakannya mustahil) adalah kemampuannya untuk masuk ke dalam untai DNA manusia dan menyembunyikan kode DNAnya di sana. Fase ini disebut fase laten. Baru setelah keadaan menguntungkan, kode DNA virus yang menyatu dengan kode DNA manusia akan aktif membuat virus baru. Fase ini disebut fase replikasi.
Obat-obat HIV yang ada saat ini hanya bertujuan membunuh virus yang aktif bereplikasi. Oleh karena itu, obat tersebut tidak pernah tuntas membunuh semua virus yang bercokol di dalam tubuh.

K.    Peran Perawat
Stres psikososial-spiritual pasien terinfeksi HIV berlanjut, akan mempercepat  kejadian AIDS dan bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997) jika  stres  mencapai tingkat  exhausted stage  dapat menimbulkan kegagalan fungsi sistem imun, yang memperparah keadaan pasien dan mempercepat kejadian AIDS.  Modulasi respons imun akan  menurun secara signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Th1 (CD4); IFN; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan Anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga mencapai 180 cells/L per tahun . Pada umumnya penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama, namun dari fakta klinis sewaktu pasien kontrol ke rumah sakit menunjukkan ada perbedaan respons imunitas (CD4 )
Perawat merupakan faktor yang mempunyai peran penting pada pengelolaan stres khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya dan pemberian dukungan sosial, berupa dukungan emosional, informasi, dan material (Batuman, 1990; Bear, 1996; Folkman & Lazarus, 1988). Salah satu metoda yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah menerapkan  model Asuhan Keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping dan dukungan sosial  yang bertujuan untuk mempercepat respons adaptif pada pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respons imun (Ader, 1991; Setyawan, 1996; Putra, 1999;  ) respons psikologis, dan respons sosial (Steward, 1997).  Dengan demikian penelitian bidang imunologi dengan 4  variabel dapat membuka  nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasar pada paradigma psikoneuroimunologi terhadap pasien terinfeksi  HIV (Nursalam, 2005).



























BAB III
ASKEP

Kasus
Klien datang memeriksakan diri ke RS mengalami diare sejak 1 bulan yang lalu, malam keringat dingin dan kadang demam serta tubuh lemah. Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut penyebabnya tidak di ketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila bergerak dan usaha yang dilakukan adalah diam. Pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali batuk dan pilek. Sejak 12 tahun yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan cara suntik. Klien juga punya riwayat melakukan hubungan sex bebas dengan warga asing dan terahir dengan warga Belanda. Sejak 1 bulan yang lalu klien menceret-menceret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang lalu menceretnya makin keras dan tak terkontrol. Klien datang memeriksakan diri ke UGD RS X dan selanjutnya di rawat di Ruang Perawat.
A.    PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian 12 Mei 2013
1.      Pengumpulan data
a.       Identitas
Nama                           :
Umur                           :
Pendidikan                 :
Pekerjaan                     :
Marital                         :
Jenis Kelamin              :
b.      Keluhan Utama.
Pasien mengatakan demam dan diare terus menerus



c.       Riwayat Kesehatan
1)      Riwayat Penyakit sekarang.
Pasien mengkonsumsi putaw dengan cara suntik dan diare kurang lebih 3-5x/hari. Sejak 15 hari yang lalu menceret keras dan tak terkontrol . Klien datang memeriksa ke UGD RS X dan selanjutnya Dirawat di Ruang Perawatan
2)      Riwayat Penyakit Keluarga.
3)       Riwayat Penyakit Dahulu.
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali batuk dan pilek
d.      Pemeriksaan fisik dan keluhan.   
e.       Pola Fungsi Kesehatan.
1)      Pola Persepsi dan Tatalaksana hidup Sehat.
Penderita sebelum sakit mengatakan memeiliki kebiasaan mengkonsumsi obat putaw dengan cara suntik
2)       Pola Eliminasi.
Sebelum masuk RS pasie BAB 3-5 kali/hari tiap pagi dengan menceret makin keras dan tak terkontrol
3)      Pola Sensori Kognitif
2.      Analisa Data.
Dari pengkajian diatas kemudian dikelompokkan sehingga didapatkan suatu masalah sebagai berikut:
Tangga 12 mei 2013
 Kelompok Data Pertama
a.        Data Subyektif
-        Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan.
-        Pasien mengatakan malam keringat dingin.
-        Pasien mengatakan demam serta tubuh terasa lemah.
b.        Data Obyektif
-        BAB frekuensi 3-5 kali/hari menceret makin keras dan tak terkontrol.
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Diare berhubungan dengan infeksi Gastro Intestinal
2.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan output yang berlebihan ditandai dengan BAB 5x/Hari.
Data
Masalah Keperawatan
DS:
-        Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan.
-        Pasien mengatakan malam keringat dingin.
DO:
1.      BAB frekuensi 3-5 kali/hari menceret makin kerasa dan tak terkontrol.



-        Diare berhubungan dengan infeksi Gastro Intestinal




NCP
Dx
Tujuan
Perencanaan
Rasional
Implementasi
Evaluasi
Diare b/d Infeksi Gastro Intestinal


Setelah di lakukan tindakan keperawatan 3x24 jam dengan kriteria hasil :
-        Menceret berkurang
-        mengnontrol diare, feses lunak dan normal


1.      Hilangkan makanan yang potensial menyebabkan diare
2.      Kaji konsistensi dan frekuensi  feses dan adanya darah.
3.      Pantau  adanya infeksi : demam, batuk, nafas pendek,
4.      Awasi pembuangan jarum suntik dan pantau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

1.      Meningkatkan asupan nutrisi secara adekuat.
2.      Mendeteksi adanya darah dalam feses
3.      Memberikan informasi data dasar, peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi.
4.      Deteksi dini terhadap infeksi penting untuk melakukan tindakan segera.


1.      Memonitor intake dan output.
2.      Mengkaji tanda-tanda dehidrasi : turgor menurun, membran mkosa kering, urine output menurun.
3.      Memantau TTV pasien.
4.      Menganjurkan isteri pasien menggunakan metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya : mencuci tangan setelah menyentuh pasien, hindari kontak langsung.

S:  Pasien mengatakan diare sudah berkurang
O:  Pasien tampak lemas, demam. Diare masih 3-5x/Hari
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi.

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
HIV adalah suatu virus yang hidup dalam tubuh manusia, dan dapat menyebabkan timbulnya AIDS, yang merusak sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga tubuh mudah terserang penyakit dan akhirnya meninggal. Penggunaan narkotika suntikan, Homoseks, Biseks, maupun seks bebas adalah salah satu penyebab terjadinya penyebaran HIV/AIDS secara cepat. Adapun gejala-gejala penderita AIDS, yaitu : demam berkepanjangan, batuk dan sariawan yang terus menerus, berat badan menurun drastis, dan sebagainya, yang akan diakhiri dengan kematian. Oleh karena itu, kita harus melakukan pencegahan sedini mungkin, misalnya: tidak melakukan hubungan seksual secara bebas, menghindari penggunaan suntikkan narkoba, dan sebagainya.
Masalah HIV/AIDS ini tidak tentu  akan menyebar luas apabila dilakukan pencegahan sedini munkin, apalagi jika ada partisipasi dari semua pihak, dan memegang teguh ajaran agama.
B.     SARAN
1.      Hendaknya kita selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa menyebabkan AIDS.
2.      Jangan melakukan hubungan seksual diluar nikah (berzinah), dan jangan berganti-ganti pasangan seksual.
3.        Apabila  berobat dengan menggunakan alat suntik, maka pastikan dulu apakah alat  suntik itu steril atau tidak.
4.      Apabila melakukan tranfusi darah, terlebih  dahulu periksakan apakah tranfusi darah itu bebas dari virus HIV.
5.         Bagi para generasi muda, jauhilah obat-obatan terlarang terutama narkotika melalui alat suntik, alat-alat tato, anting tindik, dan semacamnya yang bisa saja menularkan AIDS, karena alat-alat seperti itu tidak ada gunanya. Dan hindarkan diri dari pergaulan bebas yang bersifat negatif.
6.      Orang yang mengetahui dirinya telah terinfeksi virus AIDS hendaknya menggunakan kondom apabila melakukan hubungan seksual, agar virus AIDS tidak menular pada pasangan seksualnya.

DAFTAR PUSTAKA

-        Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

-        Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

-        Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

-        Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

-        Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series





 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar