Selasa, 15 Januari 2013

ASKEP skizofrenia


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. Pada tahun 2001 WHO menyatakan paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Sementara itu, menurut Uton Muchtar Rafei, Direktur WHO wilayah Asia Tenggara hampir 1/3 dari penduduk di wilayah ini penah mengalami gangguan neuropsikiatri. Hal ini dapat dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 saja di Indonesia diperkirakan sebanyak 264 dari 1.000 anggota rumah tangga menderita gangguan kesehatan jiwa. Arul Anwar (Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat Departemen kesehatan) mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia menderita kelainan jiwa rasa cemas depresi, stress,, penyalahgunaan obat, kenakalan remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi, gangguan kejiwaan meningkat sebagai contoh penderita tidak hanya dari kalangan bawah sekarang kalangan pejabat dan masyarakat lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa (Yosep, 2009).
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat pulih dai episode awal dan fungsinya dapat kembali  pada tingkat premorbid sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25% pasien tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai ada kekambuhan priodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk waktu yang singkat. Mortalitas pasien skizofrenia lebih tinggi secara signifikan daripada populasi umum. Sering terjadi bunuh diri, gangguan fisik yang menyertai masalah penglihatan dan gigi, tekanan darah tinggi diabetes, penyakit yang ditularkan secara seksual (Arif, 2006). Undang – Undang Kesehatan Jiwa No. 03 tahun 1966 ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia (RI), maka jalan lebih terbuka untuk mnghimpun semua potensi guna secara bertahap melaksanakan modernisasi semua sistem rumah sakit serta fasilitas kesehatan jiwa di Indonesia. Direktorat Kesehatan Jiwa mngadakan kerjasama dengan berbagai instansi pemerintahan dan dengan bagian Ilmu Kedokteran Jiwa dari Fakultas Kedokteran pemerintah maupun dengan badan Internasional (Maramis, 2004). Pemberian obat yang tidak tepat dengan standar dan tujuan terapi, maka akan merugikan pasien. Penggunaan obat yang tidak rasional seperti tidak tepat indikasi, dosis, obat dan pasien sering kali dijumpai dalam praktik sehari – hari, baik di PUSKESMAS, rumah sakit maupun swasta. Hal tersebut dapat menjadi penyebab kegagalan terapi pengobatan skizofrenia (Anonim, 2000).
Oleh karena itu,  penulis menulis makalah ini yang akan dibahas pada mata kuliah Psikologi Keperawatan. Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi. Masalah skizofrenia an gangguan psikotik ini bukan hanya terjadi di negara Indonesia saja, melainkan di berbagai belahan dunia lain seperti belahan bumi Barat, Selatan dan Utara. Baiklah untuk mengetahui lebih lanjut, marilah kita sama – sama membaca, memahami dan mengupas masalah tersebut pada makalah ini. 

B.     Identifikasi Masalah
Mahasiswa mampu mempelajari dan memahami gangguan psikotik pada penderita skizofrenia.
C.    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud gangguan psikotik dan skizofrenia?
2.      Apa yang menyababkan terjadinya gangguan psikotik dan skizofrenia ?
3.      Apa Ciri-ciri gangguan psikotik dan skizofrenia ?
4.      Apa tipe-tipe gangguan psikotik dan skizofrenia
5.      Apa tanda dan gejala terjadinya gangguan psikotik dan skizofrenia?
6.      Bagaimana cara mengatasi gangguan psikotok dan skizofrenia
7.      Apa perbedaan gangguan jiwa dan gangguan mental. Jelaskan!
8.      Asuhan keperawatan gangguan jiwa?

D.    Tujaun
1.      Mahasiswa mampu memahami keperawatan jiwa tentang gangguan psikotik (skizofrenia).
2.      Mahasiswa mampu memahami cara penanganan pada gangguan psokotik.
3.      Mahasiswa mampu memahami tanda dan gejala pada gangguan skizofrenia.
4.      Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada gangguan skizofernia.









BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN GANGGUAN PSIKOTIK DAN SKIZOFRENIA

a.       Pengertian Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku kacau atau aneh.
b.      Pengertian Skizofrenia
Kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu skhizein = spilit = pecah dan phrenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan pengaruh genetik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 2000 : 46).
Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 : 217), skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan.
Skizofrenia merupakan suatu gangguan psikotik kronik, sering mereda, namun hilang timbul dengan manifestasi klinis yang amat luas variasinya (Kaplan, 2000 : 407).
Skizofrenia adalah kondisi psikologis dengan gangguan disintegrasi, depersonalisasi dan kebelahan atau kepecahan struktur kepribadian, serta regresi akut yang parah (Kartono, 2002 :  243).

B.     Faktor - Faktor Penyebab Gangguan Psikotik dan Skizofenia
A.    Faktor Penyebab Gangguan Psikotik

Adapun faktor – faktor penyebab gangguan psikotik antara lain :
a.    Faktor organo biologik
1)    Genetik (heredity)
Adanya kromosom tertentu yang membawa sifat gangguan jiwa (khususnya pada skizofrenia). Hal ini telah dipelajari pada penelitian anak kembar, dimana pada anak kembar monozigot (satu sel telur) kemungkinan terjadinya skizofrenia persentase tertinggi 86,2%, sedangkan pada anak kembar dengan dua sel telur (heterozigot) kemungkinannya hanya 14,5%.
2)    Bentuk Tubuh (konstitusi)
Kretschmer (1925) dan Sheldon (1942), meneliti tentang adanya hubungan antara bentuk tubuh dengan emosi, temperamen dan kepribadian (personality).
Contohnya, orang yang berbadan gemuk emosinya cendrung meledak ledak, ia bisa lompat kegirangan ketika mendapat hal yang menyenangkan baginya dan sebaliknya.
3)    Terganggunya Otak Secara Organik
Contohnya, Tumor, trauma (bisa disebabkan karena gagar otak yang pernah dialami karena kecelakaan), infeksi, gangguan vaskuler, gangguan metabolisme, toksin dan gangguan cogenital dari otak
4)    Pengaruh Cacat Cogenital
Contohnya, Down Syndrome (mongoloid).
5)    Pengaruh Neurotrasmiter
Yaitu suatu zat kimia yang terdapat di otak yang berfungsi sebagai pengantar implus antar neuron (sel saraf) yang sangat terkait dengan penelitian berbagai macam obat obatan yang bekerja pada susunan saraf.
Contohnya, perubahan aktivitas mental, emosi, dan perilaku yang disebabkan akibat pemakaian zat psikoaktif.

B. Faktor Penyebab Skozofrenia
Adapun faktor – faktor penyebab skozofrenia antara lain :
a.    Faktor biologis yaitu faktor gen yang melibatkan skizofrenia, obat-obatan, anak keturunan dari ibu skizofrenia, anak kembar yang indentik ataupun frental dan abnormalitas cara kerja otak.
b.   Faktor psikologis yaitu faktor – faktor yang berhubungan dengan gangguan pikiran, keyakinan, opini yang salah, ketidakmampuan membina, mempertahankan hubungan sosial, adanya delusi dan halusinasi yang abnormal dan gangguan afektif.
c.    Faktor lingkungan yaitu pola asuh yang cenderung skizofrenia, adopsi keluarga skizofrenia dan tuntunan hidup yang tinggi.
d.  Faktor organis yaitu ada perubahan atau kerusakkan pada sistem syaraf sentral juga terdapat gangguangangguan pada sistem kelenjar adrenalin dan piluitari (kelenjar dibawah otak). Kadang kala kelenjar thyroid dan adrenal mengalami atrofi berat. Dapat juga disebabkan oleh proses klimakterik dan gangguan menstruasi. Semua ganguan tadi menyebabkan degenerasi pada energi fisik dan energi mentalnya.


C.     Ciri – Ciri Gangguan Psikotik Dan Skizofrenia
A.  Ciri – Ciri Gangguan Psiotik
a.    Memiliki labilitas emosional.
b.    Menarik diri dari interaksi sosial.
c.    Tidak mmpu bekerja sesuai fungsinya.
d.    Mengabaikan penampilan dan kebersihan diri.
e.    Mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah.
f.     Berpikir aneh, dangkal, berbicara tidak sesuai keadaan.
g.    Mengalami kesulitan mengorientasikan waktu, orang dan tempat.
h.   Sulit tidur dalam beberapa hari atau bisa tidur yang terlihat oleh keluarganya, tetapi pasien mesrasa sulit atau tidak bisa tidur.
i.      Memiliki keengganan melakukan segala hal, mereka berusaha untuk tidak melakukan apa-apa bahkan marah jika diminta untuk melakukan apa-apa.
j.      Memiliki perilaku yang aneh misalnya, mengurung diri di kamar, berbicara sendiri, tertawa sendiri, marah berlebihan dengan stimulus ringan, tiba-tiba menangis, berjalan mondar-mandir, berjalan tanpa arah dan tujuan yang jelas.


B.      Ciri – Ciri Skizofrenia
a.    Mengalami delusi dan halusinasi.
b.    Disorganisasi dan pendaftaran afektif.
c.    Pendataran alogia, avolusi dan anhedonia.
d.    Disfungsi sosial, okupasional, tidak peduli pada perawatan diri dan persistensinya  berlangsung selama enam bulan.
e.    Mengalami kesulitan dalam hubungan sosial atau masyarakat.
f. Cendrung tidak membangun, membina, dan mempertahankan hubungan sosial.
g.    Harapan hidup yang sangat rendah, cendrung untuk bunuh diri.
h.    Reaksi emosional yangt abnormal.
i.      Adanya kerusakan bagian otak terutama pada neurotransmiter.

·         Ciri – ciri umum skizofrenia antara lain :
a.    Gangguan Delusi
Gangguan delusi disebut juga sebagai disorder of thought content atau the basic characteristic of madness adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan pikiran, keyakinan kuat yang sebenarnya misrespresentation dari keyakinannya.
Ø  Ciri – ciri klinis dari gangguan delusi yaitu :
1)    Keyakinan yang persisten dan berlawanan dengan kenyataan tetapi tidak disertai dengan keberadaan sebenarnya.
2)    Terisolasi secara sosial dan bersikap curiga pada orang lain.

Ø  Bentuk – bentuk delusi yang berkaitan dengan skizofrenia yaitu :
1)   Delusions of persecution adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai waham kebesaran, tersohor, sebagai tokoh-tokoh penting atau merasa hebat.
2)   Delusions of persecution adalah pasien skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai adanya waham prasangka buruk terhadap dirinya atuapun orang lain yang tidak realitas. Merasa orang lain sangat dengki dengan dirinya.
3)    Cotard’s syndrome (somatic) adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik atau ketakuatan yang tidak real. Penderita memiliki waham bahwa kondisi fisiknya sakit atau di bagian-bagian tubuh tertentu rusak. Perasaan bagian tubuh yang terganggu atau sakit secara medis tidak ditemukan.
4)    Cogras syndrome yaitu penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik ditandai adanya waham pengganti yang tidak real terhadap dirinya. Merasa curiga bahwa selain dirinya ada yang sangat sama dengan dirinya.
5)   Erotomatic adalah keyakinan penderita skizofrenia mencarimembututi orang-orang tersohor ataupun pada orang -orang yang dicintainya. Penderita merasa dirinya dicintai.
6)    Jealous yaitu keyakinan penderita skizofrenia bahwa pasangan seksualnya melakukan selingkuh atau tidak setia pada dirinya.

b.    Halusinasi
Halusinasi adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar ataupun adanya perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak realitas.

Ø  Adapun ciri – ciri klinis dari penderita halusinasi yaitu :
1)    Tidak memiliki insight yang jelas dan kesalahan dalam persepsi.
2)    Adanya associative spilitting dan cognitive splitting.
Ø  Bentuk-bentuk halusinasi yang berkaitan dengan penderita skizofrenia yaitu :
1)   Halusinasi pendengaran (audiotory hallucination) adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan psikotik melalui adanya pendengaran terhadap objek suara – suara tertentu. Keadaan ini sering terjadi ketika penderita skizofrenia tida melakukan aktivitas. Terjadi pada bagian wernicke’s area.
2)   Halusinasi pada bagian otak (brain imaging) yaitu gangguan daerah otak terutama bagian broca’s area adalah daerah pada bagian otak yang selalu memberikan halusinasi pada penderita skizofrenia.



TANDA DAN GEJALA HALUSINASI
Tanda :
·         Kepala mengangguk-angguk seperti mendengar orang sedang berbicara.
·         Mengerakkan bibir,tetapi suara atau bibir komat kamit tanpa suara.
·         Berbicara keras seperti ada teman bicara
·         Asyik sendiri, kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dan realita.
·         Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
·         Tidak mampu berespon terhadap perintah yang tidak kompleks, serta berespon lebih dari satu orang.
·         Peningkatan tanda system saraf otonom (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah)
Gejala :
·         Kurang tidur
·         Kelelahan
·         Nutrisi kurang
·         Infeksi
·         Keletihan
·         Isolasi social
·         Hilangnya kebebasan hidup
·         Harga diri rendah
·         Putus asa
·         Kehilangan motivasi
·         Rendahnya kemampuan bersosialisasi
·         Ketidakadekuatan pengobatan
·         Ketidakadekuatan penanganan gejala

c.    Disorganisai
Adalah gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuan dalam mengatur arah bicara, reaksi emosional dan perilaku motoriknya.
Ø  Bentuk – bentuk dari gangguan pikiran disorganisasi yaitu :
1)    Tangentialty adalah ketidakmampuan dari penderita skizofrenia untuk mengikuti arah pembicaraan. Topik dan arah pembicaraan. Pembicaraan penderita ini selalu menyimpang jauh dari setiap arah pembicaraannya.
2)    Loose association adalah penderita skizofrenia yang mengalami gangguan dalaam topik pembicaraaan. Topik dan arah pembicaraan  penderita skizofrenia ini sama sekali tidak berkaitan dengan apa yang dibicarakan.
3)   Derailment adalah pola pembicaraan penderita skizofrenia sama sekali keluar dari alur pembicaraan.
d.    Pendataran Afek 
Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakmampuannya dalam mengatur antara reaksi emosional dan pola perilaku (inappropriate affect) atau afektif yang tidak sesuai dengan perilaku. Misalnya, reaksi emosi yang tidak sesuai dengan cara menimbun barang yang tidak lazim.
Adapun ciri – ciri klinis pendataran afek yaitu :
1)    Tidak adanya reaksi emosional dalam komunikasi.
2)    Selalu menatap kosong dalam pandangannya.
3)    Berbicara datar tanpa ada nada pembicaraan.
e.    Alogia
Adalah gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan adanya disefisiensi dalam jumlah atau isi pembicaraan.
Adapun ciri – ciri klinis dari  penderita alogia yaitu :
1)   Jawaban yang diberikan penderia singakat atau pendek.
2)   Cendrung kurang tertarik untuk berbicara.
3)   Lebih banyak berdiam diri dan komonikasi yang  tidak adekuat.
4)   Adanya gangguan pikiran negatif dan berkomunikasi.
5)   Kesulitan dalam memformulasikan kata.
6)   Kalimat (kata – kata) selalu tidak sesuai dengan formulasi pikiran.
f.     Avolisi
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai ketidakmampuan memulai ataupun mempertahankan kegiatan – kegiatan penting.
Ciri – ciri klinis gangguan avolisi yaitu :
1)    Tidak menunjukkan minat pada aktivitas atau fungsi kehidupannya sehari – hari   dan tidak berminat merawat kesehatan tubuhnya.
2)    Cenderung menjadi pemalas dan kotor.
g.    Anhedonia
Yaitu gejala gangguan psikotik dari penderita skizofrenia yang ditandai dengan ketidakadaan perasaan senang, sikap tidak peduli terhadap kegiatan sehari – hari, cendrung tidak suka makan dan ketidakpedulian terhadap hubungan interaksi sosial atau seks.

4.   Tipe Skizofrenia dan Gangguan Psikotik
1.     Tipe Skizofrenia
Tipe skizofrenia dikelompokkan atas lima bagian yaitu :


a.    Tipe paranoid.
b.    Tipe katatonik.
c.    Tipe tak terperinci atau tak terbedakan.
d.    Tipe disorganisasi.
e.    Tipe residual.

KLASIFIKASI SKIZOFRENIA
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
1.     F20.0 Skizofrenia Paranoid
Ini adalah jenis skizofrenia yang paling sering dijumpai di Negara manapun. Gambaran klinis didominasikan oleh waham-waham yang secara relative stabil, sering kali bersifat paranoid, biasanya disertai dengan halusinasi-halusinasi, terutama halusinasi pendengaran, dan gangguan-gangguan persepsi. Gangguan afektif, dorongam kehendak (volition) dan pembicaran serta gejala-gejala katatoni, tidak menonjol.
Sebagai tambahan :
Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
a)      Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberiperintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
b)      Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c)      Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
·         Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relative tidak nyata / menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan social yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi. Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuanmentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe lain pasien skizofrenik.
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi social. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.

2.     F20.1 Skizofrenia hebefrenik
Suatu bentuk skizofrenia dengan perubahan afektif yang tampak jelas, dan secara umum dijumpai waham dan halusinasi yang bersifat mengambang serta terputus-utus, perilaku yang tak bertanggung jawab dan tak dapat dirmalkan, serta umumnya mannerism.
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun).
Kepribadian premorbid menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namuntidak harus demikian untuk menentukan diagnosis.
Untuk diagnosis hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
·         Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan
·         Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated phrases)
·         Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling) serta inkoheren.
Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.

3.     F20.2 Skizofrenia katatonik
Gangguan psikomotor yang menonjol merupakan gambaran yang esensial dan dominan dan dapat bervariasi antara kondisi ekstrem seperti hiperkinesis da stupr, atau antara sifat penurut yang otomatis dan negavitisme. Sikap dan posisi tubuh yang dipaksakan dapat dipertahankan untuk jaka waktu ynag lama. Episode kegelisahan diset=rtai kekerasan mungkin gambaran keadaaan ini yang cocok.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
a)      stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara)
b)       Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
c)      Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh)
d)     Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan)
e)      Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya)
f)       Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar)
g)      Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.

4.     F20.3 Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated)
Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
·         Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
·         Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik.
·         Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.






5.     F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia
Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesutau atau suatu serangan penyakit skizofrenia.
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
a)      Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini
b)      Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya)
c)      Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.

6.     F20.5 Skizofrenia Residual
Suatu stadium kronis dalamperkembangan dalam suatu skizofrenia dimana telah terjadi progresi yang jelas dari stadium awal (terdiri dari satu atau lebih episode dengan gejala psikotik yang memenuhi kriteria umum untuk skizofrenia diatas) kestadium lebih lanjut yang ditandai secara khas oleh gejala-gejala negatif jangka panjang, walaupun belum tentu ireversibel.Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
a)      Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk
b)      Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia
c)      Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia
d)     Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.



5.     Cara Mengatasi Gangguan Psikotik Dan Skizofrenia
1.     Cara Mengatasi Gangguan Psikotik
a.    Psikotik Akut
Penatalaksanaan
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang psikotik akut berikut hak dan kewajibannya.
Informasi yang perlu untuk pasien dan keluarga
1)    Episode akut sering mempunyai prognosis yang baik, tetapi lama perjalanan penyakit sukar diramalkan hanya dengan melihat dari satu episode akut saja.
2)    Agitasi yang membahayakan pasien, keluarga atau masyarakat, memerlukan hospitalisasi atau pengawasan ketat di suatu tempat yang aman. Jika pasien menolak pengobatan, mungkin diperlukan tindakan dengan bantuan perawat kesehatan jiwa masyarakat dan perangkat desa serta keamanan setempat
3)    Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya:
a)    Keluarga atau teman harus mendampingi pasien.
b)    Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan kebersihan).
c)    Hati hati agar pasien tidak mengalami cedera.
Konseling pasien dan keluarga
1)    Membantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik antara lain hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan pasien.
2)    Mendampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stresor.
3)    Memotivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari – hari setelah gejala membaik.
Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik akut :
1)    Berikan obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik, haloperidol 2 – 5 mg, 1 – 3 kali sehari, atau Chlorpromazine 100 – 200 mg 1 – 3 kali sehari.
Dosis harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping, walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi.
2)   Obat antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan neuroleptika untuk mengendalikan agitasi akut (misalnya : lorazepam 1 – 2 mg, 1 – 3 kali sehari).
3)   Obat antipsikotik selama sekurang – kurangnya 3 bulan sesudah gejala hilang.
Apabila menemukan pasien gangguan jiwa di rumah dengan perilaku di bawah ini, lakukan kolaborasi dengan tim untuk mengatasinya.
a)     Kekakuan otot (distonia atau spasme akut), bisa ditanggulangi dengan suntikan benzodiazepine atau obat antiparkinson.
b)     Kegelisahan motorik berat (akatisia), bisa ditanggulangi dengan pengurangan dosis terapi atau pemberian beta bloker.
c)     Gejala parkinson (tremor atau gemetar, akinesia), bisa ditanggulangi dengan obat antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari).
b.    Psikotik Kronik

Penatalaksanaan
Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
tentang asuhan keperawatan pada pasien halusinasi, waham, isolasi sosial, defisit perawatan diri. Beberapa informasi yang dapat disampaikan pada pasien dan keluarga antara lain :
1.    Gejala penyakit jiwa (perilaku aneh dan agitasi).
2.    Antisipasi kekambuhan.
3.    Penanganan psikosis akut.
4.    Pengobatan yang akan mengurangi gejala dan mencegah kekambuhan.
5.    Perlunya dukungan keluarga terhadap pengobatan dan rehabililtasi pasien.
6.    Perlunya organisasi kemasyarakatan sebagai dukungan yang berarti bagi pasien dan keluarga.
Konseling pasien dan keluarga
1.    Pengobatan dan dukungan keluarga terhadap pasien.
2.    Membantu pasien untuk berfungsi pada taraf yang optimal dalam pekerjaan dan kegiatan sehari-hari.
3.    Kurangi stress dan kontak dengan stres.
Pengobatan
Program pengobatan untuk psikotik kronik :
1.    Antipsikotik yang mengurangi gejala psikotik :
a.    Haloperidol 2-5 mg 1 – 3 kali sehari
b.    Chlorpromazine 100-200 mg 1 – 3 kali sehari
Dosis harus serendah mungkin hanya untuk menghilangkan gejala, walaupun beberapa pasien mungkin membutuhkan dosis yang lebih tinggi.
2.    Obat anti psikotik diberikan sekurang – kurangnya 3 bulan sesudah episode pertama penyakitnya dan lebih lama sesudah episode berikutnya.
3.    Obat antipsikotik mempunyai efek jangka panjang yang disuntikkan jika pasien gagal untuk minum obat oral.
4.    Berikan terapi untuk mengatasi efek samping yang mungkin timbul :
a.    Kekakuan otot (distonis dan spasme akut) yang dapat diatasi dengan obat anti parkinson atau benzodiazepine yang disuntikkan.
b.    Kegelisahan motorik yang berat (akatisia) yang dapat diatasi dengan pengurangan dosis terapi atau pemberian beta – bloker.
c.    Obat anti Parkinson yang dapat mengatasi gejala parkinson (antara lain trihexyphenidil 2 mg sampai 3 kali sehari, ekstrak belladonna 10 – 20 mg 3 X sehari, diphenhydramine 50 mg 3 X sehari).
1)    Cara Mengatasi Skizofrenia
a.       Menciptakan kontak sosial yang baik.
b.      Terapi ECT (electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy).
c.       Menghindarkan dari frustrasi dan kesulitan psikis lainnya.
d.      Membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau melihat hari depan           dengan rasa berani.
e.       Memberi obat neuroleptik yaitu obat yang dapat mengendalian saraf delusi, halusinasi dan agitasi, clozapine serta olanzapine.
6.      Perbedaan gangguan jiwa dan mental
a.       Gangguann mental atau penyakit mental adalah pola psikologis atau perilaku yang pada umumnya terkait dengan stress atau kelainan mental yang tidak dianggap sebagai bagian dari perkembangan normal manusia. Gangguan tersebut didefinisikan sebagai kombinasi afektif, perilaku, komponen kognitif atau persepsi, yang berhubungan dengan fungsi tertentu pada daerah otak atau sistem saraf yang menjalankan fungsi sosial manusia. Penemuan dan pengetahuan tentang kondisi kesehatan mental telah berubah sepanjang perubahan waktu dan perubahan budaya, dan saat ini masih terdapat perbdaan tentang definisi, penilaan dan klasifikasi, meskipun kriteria pedoman standar telah digunakan secara luas. Lebih dari sepertiga orang di sebagian besar negara-negara melaporkan masalah pada satu waktu pada hidup mereka yang memenuhi kriteria salah satu atau beberapa tipe umum dari kelainan mental.
Penyebab gangguan mental bervariasi dan pada beberapa kasus tidak jelas, dan teori terkadang menemukan penemuan yang rancu pada suatu ruang lingkup lapangan. Layanan untk penyakit ini terpusat di Rumah Sakit Jiwa atau di masyarakat sosial, dan penilaian diberikan oleh psikiater, psikolog klinik, dan terkadang psikolog pekerja sukarela, menggunakan beberapa variasi metode tetapi sering bergantung pada observasi dan tanya jawab. Perawatan klinik disediakan oleh banyak profesi kesehatan mental. Psikoterapi dan pengobatan psikiatrik merupakan dua opsi pengobatan umum, seperti juga intervensi sosial, dukungan lingkungan, dan pertolongan diri. Pada beberapa kasus terjadi penahanan paksa atau pengobatan paksa dimana hukum membolehkan. Stigma atau diskriminasi dapat menambah beban dan kecacatan yang berasosiasi dengan kelainan mental (atau terdiagnosa kelainan mental atau dinilai memiliki kelainian mental), yang akan mengara ke berbagai gerakan sosial dalam rangka untuk meningkatkan pemahanan dan mencegah pengucilan sosial
definisi dan klasifikasi kelainan mental adalah kunci untuk peneliti sebagaimana juga penyedia layanan dan mereka yang mungkin terdiagnosa. Sebagian besar dokumen klinik internasional menggunakan istilah "Kelainan mental". Terdapat dua sistem yang mengklasifikasikan kelainan mental ICD-10 Chapter V: Mental and behavioural disorders, bagian dari International Classification of Diseases yang diterbitkan oleh World Health Organization (WHO), dan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV) diterbitkan oleh Psychiatric Association (APA).
b.      Gangguan jiwa adalah suatu ketidakberesan kesehatan dengan manifestasi-manifestasi psikologis atau perilaku terkait dengan penderitaan yang nyata dan kinerja yang buruk, dan disebabkan oleh gangguan biologis, sosial, psikologis, genetik, fisis, atau kimiawi. Gangguan jiwa mewakili suatu keadaan tidak beres yang berhakikatkan penyimpangan dari suatu konsep normatif. Setiap jenis ketidakberesan kesehatan itu memiliki tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas. Setiap gangguan jiwa dinamai dengan istilah yang tercantum dalam PPDGJ-IV (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi IV) atau DSM-IV-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition with text revision). Kendati demikian, terdapat pula beberapa istilah yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gangguan jiwa.

ASUHAN KEPERAWATAN
Kasus Skenario
Seorang pria berusia 32 tahun 3 hari yang lalu dibawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnosis medis axis 1 : F20. Diriwayatkan perilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak bicara sendiri, dan sikap menyerang jika didekati. Saat pengkajian bersama keluarga, keluarga mengatakan bahwa dirumah pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang katanya bersembunyi dirumahnya, tetapi keluarga merasa ridak ada orang asing yang bersembunyi dirumah. Pasien mengalami perumabahn perilaku tersebut sejak 2 tahun yang lalu, pernah dirawat sebelumnya 1x dengan gejala yang sama. Kekambuhan kali ini karena putus obat. Dari perhitungan skore katagori pasien diperoleh : 129

A.    PENGKAJIAN
a.      Anamnesa
Nama                     : Tn. Andi
Umur                     : 32 tahun
Jenis kelamin         : Laki-laki
Alamat                  : Bantul Yogyakarta
Tgl masuk              : 9 November 2012
Pendidikan            : SMP
Pekerjaan               : Petani
Riwayat Penyakit  : Pernah di rawat sebelumnya 1x dengan gejala yang sama







No.
Status Mental
Pemeriksaan
1.
Penampilan fisik
Rambut acak-acak, baju tidak rapi , bau badan khas , wajah ekspresi datar
2.
Pembicaraan
Berteriak – teriak, suara keras, banyak ungkapan.
3.
Aktivitas Motorik
Agitasi, amuk, menyerang ketika didekati, akan membunuh seseorang.
4.
Alam Perasaan
Khawatir, ketakutan.
5.
Afek
-
6.
Interaksi Selama Wawancara
Tidak nyambung, curiga.
7.
Persepsi
Penglihatan, yaitu akan membunuh seseorang yang bersembunyi di rumahnya.
8.
Isi Pikir
Fobia.
9.
Proses Pikir
-
10.
Tingkat Kesadaran
-
11.
Memori
-
12.
Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
-
13.
Kemampuan Penilaian
-
14.
Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita.

b.      Factor predisposisi
a.        Faktor Biologis
ü  Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan system saraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptive.
ü  Neurobiologist : waham yang diyakini terjadi karena adanya atrofi otak, pembesaran ventrikel di otak, atau perubahan pada sel kortikal dan limbic, serta Adanya gangguan pada korteks pre frontal.
ü  Virus paparan virus influensa pada trimester III
b.       Faktor Sosio cultural
Factor perkembangan : hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal seseorang. Hal ini dapat meningkatkan stress dan ansietas yang berakhir dengan gangguan persepsi, klien menekan perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif ( Direja : 2011).
c.        factor psikologis, hubungan yang tidak harmonis, peran ganda/bertentangan, dapat menimbulkan ansietas dan berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan. Contohnya  ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
c. Faktor Presipitasi
a.       Faktor Biologis
Dopamine, norepineprine, dan zat halusinogen lainnya diduga dapat menjadi penyebab waham pada seseorang.
b.      Faktor Sosial Budaya
Waham dapat dipicu karena adanya perpisahan dengan orang yang berarti atau diasingkan dari kelompok.
c.       Faktor Psikologis
Kecemasan yang memandang dan terbatasnya kemampuan untuk mengatasi masalah sehingga klien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang menyenangkan ( Direja : 2011).
d.       Perilaku
Bibir komat kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk – angguk, seperti mendengar sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil atau membuang sesuatu, tiba – tiba marah dan menyerang, duduk terpaku, memandang satu arah, menarik diri.
e.        Status Emosi
Rasa takut yang di hadapi pasien ketika melihat sesuatu yan ada dirumahnya.









ANALISA DATA
No
Data
Rumusan Masalah
1.
Do :
Seorang pria usia 32 tahun, 3 hari yang lalu di bawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose medis axis 1 : F20, riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak berbicara sendiri, dan bersikap menyerang jika di dekati . dan penghitungan skore kategori pasien jiwa di peroleh : 129.

Ds :
Keluarga mengatakan bahwa di rumah pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang katanya bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga merasa tidak ada orang asing yang bersembunyi di rumahnya. Pasien mengalami perilaku tersebut sejak 2 tahun yang lalu, pernah dirawat sebelumnyA 1X dengan  gejala yang sama. Kekambuhan kali ini karena putus minum obat.
Gangguan peersepsi sensori/halusinasi


PERENCANAAN
No
Diagnose Keperawatan
Perencanaan
1.
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan klien dapat mrngendalian gangguan persepsi/halusinasi









INTERVENSI
No
Diagnose Keperawatan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
1.  Klien dapat hubungan saling percaya  a. Bina hubungan saling percaya
ü  Salam terapeutik
ü  Perkenalan diri
ü  Jelaskan tujuan interaksi
ü  Ciptakan lingkungan yang tenang
ü  Buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik, waktu dan tempat berbicara).
b. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaannya.
c. Dengarkan ungkapan klien dengan empati.






2.   2. Klien dapat mengenal halusinasinya
a.     Lakukan kontak sering dan singkat
b.     Obeservasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang kesekitarnya seolah – olah ada teman bicara.
c.     Bantu klien untuk mengenal halusinasinya;
ü  Bila klien menjawab ada, lanjutkan; apa yang dikatakan ?
ü  Katakan bahwa perawat percaya klien mendengarnya.
ü  Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti klien.
ü  Katakan bahwa perawatan akan membantu klien.
d.    Diskusikan dengan klien tentang
ü  Situasi yang dapat menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
ü  Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang sore, malam atau bila sendiri atau bila jengkel / sedih).

e.     Diskusikan dengan klien tentang apa yang dirasakan bila terjadi halusinasi (marah / takut / sedih / senang) dan berkesempatan mengungkapkan perasaan.

3. Klien dapat mengontrol halusinasinya
a.     Identifikasi bersama klien cara / tindakan yang dilakukan bila terjadi halusinasi (tidur/marah/menyibukkan diri)
b.     Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, bila bermanfaat beri pujian.
c.     Diskusi cara baru untuk memutus / mengontrol timbulnya halusinasi :
ü  Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (pada halusinasi).
ü  Menemui orang lain (perawat / teman / anggota keluarga untuk bercakap – cakap . mengatakan halusinaasinya.
ü  Membuat jadwal kegiatan sehari – hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
ü  Meminta orang lain (perawat / teman anggota keluarga) menyapa bila tampak bicara sendiri.
d.    Bantu klien memilih dan melatih cara memutus / mengontrol halusinasi secara bertahap.
e.     Berikan kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi hasilnya dan pujian bila berhasil.
f.      Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok (orientasi realisasi dan stimulasi persepsi).

4. Klien  dapat dukungan keluarga dalam mengotrol halusinasinya :
a.      Anjurkan klien memberitahu keluarga bila mengalami halusinasi.
b.      Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung / pada saat kunjungan rumah)
b.      Gejala halusinasinya yang dialami klien
c.       Cara yang dapat dilakukan klien dan ke-luarga untuk memutus halusinasi
d.      Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : Beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, berpergian bersama
e.       Berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mandapat bantuan; halusinasi tak terkontrol dan resiko mencederai orang lain

1.      Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2.      Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3.      Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien



 Untuk mengurangi kontak klien dengan halusinasinya. 




































1.    Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2.    Menghargai respon atau upaya klien.
3.    informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
4.    Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
5.    Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
6.    Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan














1.    Sebagai upaya membina hubungan terapeutik dengan keluarga.
2.     Mencari data awal untuk menentukan intervensi selanjutnya.
3.    Penguatan untuk menghargai upaya keluarga.
4.    Memberikan informasi dan mengajarkan keluarga tentang halusinasi dan cara merawat klien.
5.    Pujian untuk menghargai keluarga.











IMPLEMENTASI
Diagnose Keperawatan
Hari/Tanggal
Implementasi
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
Jumat, 23 November 2012
1.      Klien dapat melakukan hubungan terapeutik dengan perawat
2.      Klien dapat berkomunikasi dan menerima kehadiran perawat
3.      Klien dapat menceritakan dan mengontrol gangguan halusinasi
4.      Klien dapat menggunakan obat sesuai dengan halusinasinya.
5.      Klien mendapatkan dukungan dari keluarga.
6.      Klien dapat melakukan perawatan diri dari gangguan halusinasi.


EVALUASI
Hari / Tanggal
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
Jum’at, 23 November 2012
Gangguan persepsi sensori / halusinasi
S:  Pasien berteriak-teriak akan membunuh seseorang yang katanya bersembunyi di rumahnya, tetapi keluarga merasa tidak ada orang asing yang bersembunyi di rumahnya

O:  Seorang pria usia 32 tahun, 3 hari yang lalu di bawa ke unit gawat darurat RS, dengan diagnose medis axis 1 : F20, riwayat prilaku amuk. Saat ini pasien masih sering tampak berbicara sendiri, dan bersikap menyerang jika di dekati . dan penghitungan skore kategori pasien jiwa di peroleh : 129.

A: perawatan gangguan halusinasi terpenuhi.

P: Mengajarkan pasien cara mengontrol dan mengendalikan halusinasi.



























BAB III
PENUTUP

a.     Kesimpulan
Kata skizofrenia terdiri dari dua kata, yaitu skhizein = spilit = pecah dan phrenia = mind = pikiran. Jadi skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat tergantung pada perimbangan pengaruh genetik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 2000 : 46). Menurut Eugen Bleuler (Maramis, 1998 : 217), skizofrenia adalah suatu gambaran jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses pikir, perasaan dan perbuatan. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu: 1. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)· 2. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb) 3. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb). 4. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)· 5. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)
Halusinasi Adalah gejala gangguan psikotik penderita skizofrenia yang ditandai gangguan persepsi pada berbagai hal yang dianggap dapat dilihat, didengar ataupun adanya perasaan dihina meskipun sebenarnya tidak realitas. Tanda – tanda halusinasi Menurut diri, tersenyum sendiri duduk terpaku, bicara sendiri memandang satu arah, menyerang tiba – tiba, arah gelisah. Jenis halusinasi   halusinasi dengar, halusinasi terlihat, halusinasi penciuman , halusinasi kecap,  halusinasi raba.
b.    Saran
Keperawatan jiwa adalah masalah-masalah yang sangat serius dan diansangat penting. Masalah –masalah tersebut dapat dianggap ancaman atau tantangan yang akan berdampak besar pada keperawatan jiwa baik dalam tatanan regional maupun global. Sikap yang positif terhadap diri sendiri, tumbuh kembang , aktualisasi diri, keutuhan, kebebasan diri sangat diperlukan untuk dimiliki oleh setiap individu.
Bagi pembaca pengontrolan emosi sangat harus diperhatikan, Karena dapat memberikan dampak yang positif dan negatif. Jiwa dan diri anda sangatlah berarga.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar